Mohon tunggu...
Meliana Chasanah
Meliana Chasanah Mohon Tunggu... Penulis - Islamic Writer

Far Eastern Muslimah

Selanjutnya

Tutup

Film

Film JKdN II: Menyingkap Tabir Sejarah Masuknya Islam ke Nusantara

26 Oktober 2021   22:20 Diperbarui: 26 Oktober 2021   22:50 2729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Picture : JKDN Production

Peringatan Maulid Nabi saw. adalah rangka dalam menampakkan kegembiraan manusia, khususnya kaum muslim atas kelahiran manusia agung, suri teladan bagi umat, dan sang penyebar Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam.

Pada tanggal 20 Oktober 2021 lalu, bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi saw., wujud lain kecintaan umat muslim pada beliau diekspresikan melalui pemutaran film dokumenter Jejak Khilafah di Nusantara jilid 2 (JKdN II) dengan jumlah 359.971 penonton. Sebuah film yang digarap oleh komunitas pecinta sejarah Islam dan disutradarai sekaligus produser, Nicko Pandawa. Film JKdN 2 merupakan kelanjutan dari film JKdN pertama yang pernah tayang pada tahun 2020.

Munculnya film ini berawal dari keprihatinan sang sutradara paska runtuhnya Khilafah Islamiyah yang berakhir pada masa Kekhilafahan Turki Utsmani.  

Sejarah Islam mulai dikaburkan dan dikubur hidup-hidup oleh musuh-musuh Allah. Diawali dengan pencampakkan syariat Islam dan menerapkan sistem sekuler. Tujuannya, agar umat muslim buta akan sejarahnya sendiri, a-historis. Banyak sejarah Islam yang dimanipulasi oleh penjajah Hindia Belanda dan terus berlanjut hingga detik ini.

Di sinilah awal mula Nicko Pandawa melakukan penelitian sejarah, meneliti korelasi antara khilafah dengan wilayah di Asia Tenggara, terutama Nusantara.

"Saya kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ngambil jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora, di situ saya ngambil tema penelitian tentang Pasang Surut Pan Islamisme Khilafah Utsmaniyah di Hindia Belanda 1882-1928," papar Nicko Pandawa.

Nicko mengkaji sejarah relasi Khilafah Utsmaniyah di Turki dengan Hindia Belanda atau Nusantara tepatnya pada masa Sultan Abdul Hamid II sampai Khilafah itu sendiri runtuh. "Saya menuangkan hasil penelitiannya itu hampir 500 halaman," katanya seraya tersenyum sambil menunjukan perkiraan setebal buku yang ada dihadapannya. (pikiran-rakyat.com, 20/8/2020)

Ada beberapa perbedaan pendapat tentang masuknya Islam ke Nusantara. Islam sudah mulai dirasakan pengaruhnya pada abad ke - 13 bahkan abad ke 7 - 8 Masehi. 

Adanya interaksi antara pedagang Arab, India, Persia dan Tiongkok dengan pedagang di Nusantara. Tentunya sebelum penjajahan Hindia Belanda di Nusantara pada abad ke - 19, pada abad ke - 16 dan ke - 17, sebagian wilayah Nusantara (Sumatera, Kalimantan, Jawa) sudah menjadi bagian kekhilafahan Turki Utsmani.

Sejak masa Sultan Selim II bin Sulayman al-Qanuni, kesultanan Aceh berkembang menjadi kekuatan yang sangat diperhitungkan di Asia Tenggara. Negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis, Spanyol dan Denmark tak berani bertindak macam-macam kepada Nangroe Aceh Darussalam. Ditakuti lawan, disegani kawan.

Portugis yang kala itu menguasai Selat Malaka, selalu dibuat cemas dengan keberadaan yang terkepung oleh Aceh di Sumatera dan Semenanjung Melayu.  

Kekuatan militer di kesultanan Aceh tidak lepas dari pendidikan jihad dan teknologi pendukungnya, yang diberikan Khilafah Utsmaniyah kepada rakyat Aceh. Pendidikan agama dan militer melalui instituasi lembaga akademi militer yang bernama Baitul Maqdis, diberikan oleh Khilafah Utsmaniyah di Gampong Bitay, Aceh. Terbuka untuk kaum muslim dan muslimah.

Mereka dididik oleh tenaga unggul yang dikirim langsung dari negara terunggul pimpinan sang khalifah. Dari sana muncul pahlawan Laksamana Malahayati, muslimah tangguh yang menjadi ajudan sultan Aceh. Ia juga menjadi pasukan laut yang berjumlah 2000 - 3000 dan semuanya perempuan. 

Armada kesultanan Aceh yang melibatkan semua elemen masyarakat, seperti : ulama, orang kaya, pedagang, sampai muslimah ini telah membawa Aceh menjadi negeri yang maju di Nusantara, dalam aspek politik, ekonomi, militer sampai keilmuan dan budaya.

Seiring berjalannya waktu, kejayaan Islam yang sempat dirasakan di wilayah Nusantara lambat laun mulai terganggu saat memasuki abad ke - 19. Sejarah menyaksikan perubahan drastis yang dialami dunia secara global. 

Revolusi Perancis dan industri telah memicu gelombang kejut yang mengubah keseimbangan kekuatan di antara bangsa-bangsa. Wajah Eropa terbentuk ulang berkat dua revolusi kembar ini. Revolusi kembar ini juga memunculkan tatanan imperialisme Eropa yang lebih digdaya mencengkeram dunia, tak terkecuali Nusantara dengan Belanda yang menjajahnya.

Kedatangan para penjajah inilah yang ingin berusaha mengubur hidup-hidup sejarah Islam di Nusantara. Dengan hadirya film JKdN, bertujuan untuk membongkar kebohongan sejarah yang selama ini dibelokkan dan dimanipulasi oleh kaum penjajah. Sudah saatnya umat Islam mengetahui fakta sejarah yang sesungguhnya. 

Sejarah yang benar-benar berasal dari penelitian yang intensif oleh para pakar sejarah, bukan yang ditulis oleh kaum yang benci terhadap Islam.

Film JKdN ini menjelaskan bahwasanya Raja Sriwijaya yang kala itu beragama Buddha, tercatat dua kali mengirim surat kepada Khilafah Islam, pada era Kekhalifahan Bani Umayyah.

 Peristiwa penting ini sempat didokumentasikan oleh Abdul Rabbuh (860-940), dalam karyanya "Iqdul Farid". Yang isinya adalah permohonan Raja Sriwijaya kepada Sang Khalifah untuk mengirimkan utusan (ahli agama Islam) ke kerajaannya dengan tujuan untuk mengajarkan Islam dan juga hukum-hukumnya kepada Sang Raja. 

Ini pula yang melatarbelakangi hubungan yang harmonis antara umat Islam di Nusantara dengan Kekhilafahan Islam.

Adapun pengakuan dari Sultan Aceh, Sultan ‘Alauddin Manshur Syah bahwa negerinya adalah bagian dari Khilafah Utsmaniyah, dalam suratnya kepada Khalifah Abdul Majid I, Maret 1850 :

 

“Sesungguhnya kami seluruh penduduk Negeri Aceh bahkan seluruh penduduk Pulau Sumatera tergolong sebagai rakyatnya Negara Adidaya Utsmaniyah, dari generasi ke generasi semenjak zaman Tuan kami al-Marhum Sultan Selim Khan anak al-Marhum Tuan Kami Sultan Sulayman Khan anak al-Marhum Selim Abu al-Futuh Khan, semoga terlimpahkan rahmat dan rida Allah atas mereka semuanya. Dan itu telah tercantum dari dalam arsip kesultanan. Pulau itu (Sumatera) adalah pulau yang besar dan terhampar memanjang. Ia meliputi sejumlah negeri. Setiap negeri memiliki seorang wali (gubernur) yang berada dibawah otoritas Negara Adidaya Utsmaniyah. Namun setiap wali itu digelari sebagai sultan dan raja cara mereka masing-masing.” (BOA, I.HR. 73/3511 (2))

Bukti-bukti yang terdapat dalam manuskrip yang tersimpan rapi di museum-museum, menunjukkan bahwa sejarah Islam tentang hubungan sultan-sultan di Nusantara dengan khilafah banyak yang sengaja "dihilangkan".

Banyak sekali peninggalan-peninggalan bersejarah yang bisa dijadikan bukti bahwa secara politisasi Nusantara erat kaitannya dengan Khilafah Islamiah di Turki Utsmani. Beberapa contoh peninggalan-peninggalan sejarah tersebut seperti Alun-Alun, Masjid Agung, pengadilan, lapas dan seluruh kubah-kubah di seluruh Indonesia memiliki bentuk yang sama, yaitu bulan bintang di puncaknya. Walaupun, akhirnya sudah dimodifikasi dengan arsitek Jawa, tetapi kubah dan simbol bulan bintang tersebut menurutnya mirip sekali dengan yang ada di Turki.

Meskipun masih banyak yang memanjang kontroversi dengan kehadiran film JKdN. Namun, film JKdn ini dapat mengungkap sejarah yang sesungguhnya, atau setidaknya kaum Muslim di Indonesia memiliki cara pandang berbeda dan benar dalam menilai masuknya Islam ke Nusantara merupakan kekayaan yang besar dan berharga. Maka, jangan pernah sekali-kali melupakan sejarah, terutama sejarah Islam yang pernah gemilang di kancah dunia dan berhasil menjadi negara adidaya selama 14 abad lamanya, dan semua itu bukan isapan jempol belaka.

Wallahu a’lam bishshawab

Oleh : Meliana Chasanah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun