Oleh : Meliana Chasanah
Ada yang berkata, "orang bijak taat pajak". Slogan tersebut nyatanya tidak relevan dengan kebijakan baru dari pemerintah terkait PPN dari sembako hingga sektor pendidikan. Meskipun masih berupa wacana dalam bentuk draft RUU KUP, tapi sudah membuat publik heboh oleh kebijakan tersebut.
Wacana yang tertuang dalan Revisi UU Kelima Nomor 6 Tahun 1982 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Mengutip draft RUU, sembako yang dikenakan PPN antara lain adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, serta gula konsumsi.
Di dalam RUU KUP juga telah menghapus beberapa barang tambang maupun hasil pengeboran yang semula tak dikenai pajak. Dari hasil tambang yang dimaksud tidak termasuk hasil tambang batubara. Â Pemerintah juga menambahkan jasa baru yang akan dikenai PPN.
Di antaranya, ada jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pegiriman surat dengan perangko, jasa keuangan serta jasa asuransi. Ada pun jasa pendidikan, jasa penyiarann yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa angkutan udara dalam dan luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan Wesel Pos. (Kompas.com, 20/06/2021)
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menjelaskan hingga kini isi RUU KUP tersebur belum dibacakan dalam rapat paripurna DPR. Menurutnya, berdasarkan sisi etika politik, ia masih belum bisa menjelaskan kepada publik sebelum dibahas dengan DPR.
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah saat ini fokus memulihkan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Ia pun menegaskan, kebijakan menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sembako dan pendidikan tidak akan diterapkan pada tahun ini, sebab masih belum dibahas oleh DPR. (Kompas.com, 20/06/2021)
Yustinus menambahkan, pengenaan PPN barang atau jasa tertentu adalah salah satu cara pemerintah mereformasi sistem perpajakan supaya lebih adil dan tepat saasarn. Subsidi PPN untuk saat ini tak hanya menyasar kalangan miskin, tetapi juga kelompok kaya. Bila disetujui DPR, kelompok kaya akan menjadi subjek PPN dan menyubsidi kelompok miskin.
Di manakan letak keadilan yang dimaksud? Menarik pajak yang disamaratakan untuk semua rakyat membayar pajak? Jika dilihat faktanya, rakyat Indonesia yang palin rajin membayar pajak untuk negeri ini. PPN sembako dan pendidikan sejatinya merusak keadilan yang sesungguhnya. Rakyat dipaksa dengan membayar pajak, kalangan orang-orang kaya justru mendapatkan tax amnesty dan diberi relaksasi.
Rencana penarikan PPN untuk sembako jelas sangat memberatkan rakyat. Tanpa PPN pun, harga sembako sudah fluktuatif. Seringkali naik, tapi jika sudah naik, harganya sulit turun. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya sembako dikenai pajak?Â