Mohon tunggu...
Meliana Aryuni
Meliana Aryuni Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis pemula yang ingin banyak tahu tentang kepenulisan.

Mampir ke blog saya melianaaryuni.web.id atau https://melianaaryuni.wordpress.com dengan label 'Pribadi untuk Semua' 🤗

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ingat Layar Lebar, Ingat Layar Tancap

6 Juli 2023   22:21 Diperbarui: 6 Juli 2023   22:48 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adakah yang sudah menonton di tahun '90-an? Ah, kalau ada berarti kita seusia. Saya pikir menonton pada saat itu telah menjadi kenangan berarti banget loh, kenapa? Karena kita merasakan bahwa teknologi makin berkembang dari masa ke masa.

Dalam Kenangan
Pada masa lawas itu, saya ingat layar lebar, yang disebut  layar tancap. Menonton dengan layar tancap ini sering ada di kampung saya pada tahun itu. Warga kampung akan menonton bareng di sebuah lapangan pada malam hari. Kenangan itu masih saja membekas sampai sekarang.

Layar putih berukuran besar itu dipasang di halaman dengan mengikatkan keempat ujung layar ke batang pohon. Para warga kampung berduyun-duyun pergi untuk menyaksikan film yang disajikan. Ketika lampu proyektor menjalankan tugasnya, warga seketika diam menyimak cerita.

Seingat saya tidak hanya sekali pagelaran layar tancap ini dibuat, beberapa kali saya mengikutinya. Beberapa kali juga saya harus mengendap-endap agar tidak ketahuan ayah saya. Sttts ... ayah saya paling tidak suka anaknya keluar malam, tetapi pada masa itu naluri ingin tahu ditambah sikap 'ngeyel' akhirnya saya bisa menonton layar tancap.

Berbekal rasa penasaran dan takut, untuk pertama kali dan beberapa kalinya saya ikut mengentol paman dan bibi yang mau menonton tanpa sepengetahuan ayah saya (saya tinggal bersama mereka). Sayangnya, film yang akan ditonton adalah film-film ngeri, seperti Sundal Bolong, Beranak Dalam Kubur, dan Si Pahit Lidah. Mau tidak mau, suka tidak suka saya ikuti saja. Ketika ada adegan mengerikan, saya akan memalingkan wajah sampai adegan itu berlalu.

Sepertinya hanya film-film mengerikan itu saja yang saya ingat atau mungkin memang hanya film itu saja yang saya tonton. Saya lupa. Namun, kengerian dari film-film itu terasa sampai saat ini.

Di kampung saya, warga yang memiliki TV itu masih bisa dihitung dengan jari. Kualitas gambarnya hitam-putih dengan semut-semut kecil yang mengerumuni. Seingat saya, hanya ada 3 rumah yang memiliki televisi dengan channel terfavorit, yaitu TVRI.

Keseruan Menonton Layar Tancap
Layar tancap menjadi incaran para warga yang tidak memiliki TV seperti kami. Layar tancap menjadi hiburan tersendiri bagi warga kampung. Bahkan keberadaan layar tancap membuat keakraban antara warga dengan warga lain terjalin baik.

Ketika ada pengumuman akan diadakan layar tancap, bibi dan paman saya sudah bersiap-siap. Ada beberapa keseruan yang saya ingat saat menonton di layar tancap itu. Pertama, banyak penonton yang membawa makanan untuk dinikmati bersama saat acara menonton itu. Jadi, di sana menjadi ajang untuk berbagi bekal.

Kedua, para warga membaur, tertawa, marah, dan menangis. Kadang jeritan mewarnai suasana malam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun