Mohon tunggu...
Meliana Aryuni
Meliana Aryuni Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis pemula yang ingin banyak tahu tentang kepenulisan.

Mampir ke blog saya melianaaryuni.web.id atau https://melianaaryuni.wordpress.com dengan label 'Pribadi untuk Semua' 🤗

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Biarkan Hampa itu Pergi

12 Desember 2022   09:55 Diperbarui: 12 Desember 2022   11:06 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Soal anak tolong jangan dibahas lagi! Aku sudah muak mendengarnya. Sudah repot aku dengan kerjaan kantor. Punya anak akan sangat merepotkan!" cecar mas Dani setelah Wati menyindir tentang keinginannya memiliki seorang anak.

Sekarang Wati bukan lagi seorang wanita karier. Sejak setahun yang lalu, tepatnya setelah Dani memperistrikannya, Wati berhenti dari pekerjaannya. Padahal saat itu kariernya sangat cemerlang, seorang manajer. Namun, keinginannya menjadi istri dan ibu yang baik melatarbelakangi Wati untuk memutuskan resign dari pekerjaannya itu.

"Enggak sayang dengan kariermu, Ti?" tanya Vita, sahabat Wati yang sama-sama satu divisi dengannya.

"Hemm ...sebenarnya sih sayang, Ta, tapi kamu tahu sendiri, aku nikahnya udah 39 tahun. Aku ingin segera memiliki momongan. Aku hanya ingin menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluargaku. Rezeki sudah diatur Allah, Ta," ungkap Wati penuh antusias.

Bukan hanya Vita, ayah, dan ibu Wati pun menyesalkan keputusan putrinya itu. Meskipun Dani memiliki jabatan yang lumayan di kantornya, ayah dan ibu Wati tetap mengkhawatirkan perekonomian keluarga anaknya itu. Rumah KPR yang Wati tempati sekarang belum  baru berjalan 5 tahun.

Rasanya pertanyaan Vita dan kekhawatiran ayah dan ibunya Wati baru saja terjadi di depan matanya padahal semua itu sudah berlalu hampir 2 tahun. Selama itu juga Wati merasakan kegelisahan, kesedihan, penyesalan, dan perasaan hampa.

Tak ada baginya tempat untuk mencurahkan perasaan. Dani bukan lagi suami yang peduli. Dia tidak pernah bertanya lagi tentang keadaan Wati. Dia hanya tahu bahwa rumah rapi dan makanan ada. Toh, di hadapan Dani, Wati tidak pernah menunjukkan semua kesedihannya.

"Kamu harus ngomong sama Dani, Ti. Masa' suami istri diam-diaman. Coba komunikasikan lagi keinginanmu untuk punya anak. Barangkali Dani tipe laki-laki yang ingin diceritakan betul keinginan istri."

"Dani itu orangnya tempramen, Ta. Aku takut. Dulu aja dia marah ketika aku nyindir pengen punya bayi," ucap Wati lirih.

Itu satu-satunya nasihat yang Vita berikan kepada Wati. Hanya sekali itu saja Wati bercerita kepada Vita. Dia tidak ingin masalah rumah tangganya diketahui banyak orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun