Inilah yang saya pahami sejak dulu. Sejak saya belum sekolah, saya sudah terbiasa dengan buku-buku dan cerita. Itu semua terjadi begitu saja karena kakek saya yang suka bercerita dan ayah yang suka membaca.
Ayah memperkenalkan buku bacaan tentang nabi, neraka dan surga, Baby Sister, karya Enid Bylton, dan berbagai cerita anak lainnya. Namun, bacaan yang seringkali dibeli ayah adalah majalah Senang, Kartini, Sarinah, majalah Bobo, dan Aneh Tapi Nyata.Â
Pada masa itu, majalah lebih mendominasi dibandingkan buku bacaan. Hal ini disebabkan karena  keterbatasan buku bacaan anak-anak kala itu. Namun,  ayah tidak berdiam diri untuk memberikan sesuatu yang kami baca.
Saat itu majalah Aneh tapi Nyata menjadi incaran saya. Informasi yang tertulis di sana kadang langsung dimengerti hanya dengan melihat gambarnya.Â
Maklum, saya saat itu belum bisa membaca. Dengan melihat gambar yang unik di majalah itu saya akan langsung minta penjelasan dari ayah atau ibu.
"Mengajarkan anak membaca perlu dimulai sedini mungkin dan semua itu dimulai dari rumah."
Saat ayah pulang dari kantor dan membawa majalah, yang saya tanyakan adalah majalah. Aneh bukan, tetapi itu kenyataannya. Sampai saat ini saya masih menyimpan kenangan itu. Kenangan itu pula yang mengantarkan saya untuk menyediakan buku bacaan anak-anak di rumah. Ketakutan akan dampak televisi dan ponsel bagi anak-anak membuat saya harus antisipasi menghadapinya.
Seperti yang dilakukan oleh ayah saya dulu, itu pula yang saya lakukan agar anak-anak saya tidak melulu menonton TV atau ponsel.Â
Alhamdulillah, mereka lebih asyik bermain bersama tanpa televisi. Saya pun berusaha menyediakan buku-buku bacaan yang sesuai dengan usia mereka.
Hampir setiap bulan, ada saja buku baru untuk mereka. Kesenangan saya membeli buku ini membuat anak-anak bersemangat untuk membaca. Saking asyiknya membaca, mereka lupa untuk menonton. Saking menariknya suatu bacaan membuat mereka menyembunyikan buku itu dari anak yang lain.
Ada rasa syukur di dalam diri saya saat anak-anak menagih minta dibacakan buku kesukaan mereka meskipun sebelum kegiatan membaca  keriuhan terjadi di antara anak-anak.Â
Mereka berebutan minta dibacakan buku kesukaan mereka. Apalagi bila ada buku baru yang mampir di rumah, mereka akan berebutan untuk menandai buku masing-masing.
Buku-buku yang ada di rumah saya adalah buku anak-anak, umum, dan dewasa. Buku anak-anaknya dimulai dari buku bergambar yang hanya 8 halaman, book board yang digunakan untuk mengenal benda untuk anak PAUD, pop-up, buku antologi, dan novel anak ada di rak kami. Â
Berikut ini tips yang bisa bagikan agar anak-anak suka membaca.Â
Pertama, sediakan bacaan di rumah. Bacaan itu tidak harus mahal, bisa juga kita mengambil suatu bacaan dari internet yang saat ini sangat mudah ditemukan. Sesekali bolehlah anak-anak diajak ke toko buku untuk memilih buku kesukaan mereka.
Kedua, pahami kesukaan mereka. Mungkin satu anak akan menyukai buku bacaan bergambar, tetapi ada juga anak yang ingin bacaan bersifat interaktif, yang memerlukan keaktifan dan proses kreatif.Â
Para orang tua harus betul-betul mencermati buku itu dari segi isi dan kemanfaatannya. Jangan sampai isi buku mengandung nilai-nilai yang menyimpang dan akhirnya mengganggu psikologis mereka.
Ketiga, mulailah dengan membaca bersama mereka. Membacalah bersama anak-anak dengan rutin pada waktu yang sama. Misalnya, jika kegiatan membaca ini dilakukan sebelum tidur, maka lakukanlah sampai beberapa minggu. Lanjutkan terus sehingga akan menjadi pola pembiasaan yang baik di rumah.
Keempat, ajak mereka berdiskusi setelah membaca. Hal ini memberi kita informasi sejauh mana pemahaman mereka tentang bacaan. Lakukan diskusi itu dengan menghargai pendapat mereka.
Kelima, ajak mereka bergantian untuk membaca. Misalnya, si kakak yang lebih dulu membaca, setelah 2 halaman diganti adik, lalu ayah atau ibu. Kegiatan ini melatih anak-anak mendengarkan orang lain selain orang tua. Tentu saja, bagi anak yang belum lancar membaca, tips ini sangat jitu. Pada saat kegiatan itu, banyaklah memuji mereka.
Saya pikir bahwa orang tua di mana pun, dengan profesi apa pun akan senang bila melihat putra-putri mereka gemar membaca. Membaca dengan bacaan yang sesuai usia anak-anak akan memberi dampak positif bagi anak-anak, seperti penambahan kosakata, pengetahuan akan berbagai hal, dan memahami perasaan dan nilai-nilai yang dikandung dari sebuah bacaan.
Kegundahan kakek Merza Gamal dan KBP bacaan anak sangatlah wajar. Anak-anak lebih suka mengakses Youtube TikTok, Instagram sebagai tontonan mereka. Padahal banyak isi dari konten-konten di sana tidak sesuai dengan usia anak. Tentu saja dampak radiasi saat mengakses itu tidak bisa dipungkiri ada dan berdampak di masa yang akan datang.
Saya sebagai orang tua pun memiliki kegundahan yang sama seperti kakek Merza Gamal. Saya ingin generasi masa depan ini cerdas, berakhlak, peduli, dan mau berbagi. Semua itu bisa diperoleh dari kepedulian orang tua terhadap tumbuh kembang anak.
Ketergantungan pada gawai seakan menjadi bumerang dan membawa dampak negatif pada anak. Semua ini adalah tugas orang tua, kita semua.Â
Semoga apa yang dilakukan oleh kakek Merza Gamal dan KBP bacaan anak membuahkan hasil yang baik bahwa akan banyak orang tua yang peduli dengan anak, terutama bacaannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI