Serangan para siber seperti Bjorka bukan kali ini saja. Serangan siber bisa berupa  serangan ransomware (malware), metode phishing, dan eksploitasi, serangan web defacement (metode peretasan), SQL injection, brute force attack, DOS dan DDoS, man in the middle attack, corss site scripting, dan DNS (Domain Name Server) attack.
National Cyber Security Index (NCSI) menunjukkan keamanan siber Indonesia berada di peringkat ke-6 di antara negara- negara ASEAN Â dan urutan 83 dari 160 negara secara global. Ini berarti tingkat keamanan di Indonesia harus diperbaiki kualitasnya agar situasi kacau seperti saat ini tidak terjadi.
Serangan Keamanan Perbankan Indonesia
Check Point Software Technologies Ltd salah satu penyedia solusi keamanan siber global, mengungkapkan bahwa sektor keuangan dan perbankan di Indonesia 3 menempati peringkat kedua terbanyak mengalami serangan siber di Indonesia.
Check Point Software Technologies mencatatkan secara rata-rata, lembaga-lembaga keuangan di Indonesia, diserang sebanyak 2.730 kali per minggu dalam 6 bulan terakhir.
Sementara secara global, lembaga keuangan dan perbankan menempati urutan ke-6 dalam industri yang paling banyak mengalami serangan siber. Serangan itu bermula dari data pribadi umum. Data itu berupa data tanggal lahir, nama ibu atau orang tua, dan sebagainya.
Saya dan Data Pribadi
Saya yakin data seperti itu memang bisa saja diketahui oleh banyak orang. Namun, penggunaannya tidak bisa disebarluaskan. Data-data tersebut bisa membuat orang yang memiliki niat jahat berani melakukan aksi kejahatannya, termasuk dalam memanipulasi rekening bank.
Saya jadi ingat ketika pertama kali membuka rekening atau tabungan. Banyak data pribadi yang harus saya isi dalam form pendaftaran. Nomor Induk Kependudukan (NIK) pasti akan ada dalam setiap pembukaan rekening. Selain itu ada data alamat, tempat tanggal lahir, nomor ponsel, Â jumlah penghasilan, nama suami, anak, berikut juga usianya. Selain itu ada data nama ibu kandung yang bisa dicantumkan dalam form.