Pandemi yang berlangsung lebih dari 2 tahun ini masih menyisakan ketakutan dan kegamangan jiwa bagi saya. Ditambah dampak perang Rusia-Ukraina bagi perekonomian, seperti pangan membuat rakyat kecil makin gigit jari. Kebutuhan yang kian bertambah dengan harga sembako yang terus naik membuat saya terus memikirkan cara agar bisa bertahan.
Pasar di desa yang merupakan tempat bertransaksi antara penjual dan pembeli terlihat sepi. Penjual tidak banyak menyediakan barang karena harga barang terus meroket, sedangkan pembeli tidak cukup uang untuk membeli kebutuhan mereka. Pasar menjadi ala kadarnya. Geliat yang sebelumnya semarak menjadi meredup.
Pasar yang menjadi pusat bergulirnya uang seakan enggan memikirkan keadaan di dunia ini. Pasar sekarang menjadi kaku bahkan terkesan mati. Beberapa penjual ada yang memanfaatkan situasi untuk mengeruk keuntungan, meningkatkan keuntungan pribadi dari kenaikan harga barang.
Harga cabai melebihi harga daging sapi dan itu terjadi saat ini. Sayur-sayuran yang biasanya hanya berkisar 3 ribu per ikat naik menjadi  4-5 ribu. Tomat yang biasanya hanya 8 ribu/kilo, sekarang menjadi seribu per buah.Â
Gandum yang biasanya 8 ribu/ kilo naik menjadi 10-12 ribu. Aduh, kehidupan semakin sulit saja sih! Dalam hal perut, yang merupakan kebutuhan pokok, kita harus mawas diri. Entah sampai kapan keadaan seperti ini terjadi.
Kita tidak tahu kapan keadaan seperti akan berakhir. Kelangkaan barang menjadi pencetus kenaikan barang sehingga berimbas pada semua sektor kehidupan di masyarakat.Â
Lambat laun pasar yang ramai menjadi sepi. Masyarakat mulai berjaga-jaga. Yang memiliki uang bisa saja menimbun kebutuhan pokok untuk beberapa bulan ke depan. Yang tidak memiliki uang, tetapi hanya cukup memenuhi kebutuhan kecilnya harus berusaha mencari celah untuk menghadapi situasi ini.
Yang sangat berdampak adalah ibu rumah tangga. Uang yang diberi suami masih tetap sama dari bulan ke bulan. Namun, sekarang para ibu harus menyesuaikan dengan situasi. Jika perlu irit bin hemat atau hampir pelit, itu harus dilakukan. Ini semua harus dilakukan agar tidak kalah karena kondisi ekonomi.
Para ibu yang mengatur keuangan keluarga makin pusing. Mereka harus berusaha lebih kuat untuk memikirkan kecukupan uang dengan kecukupan nutrisi keluarga. Para ibu berusaha meminimalisir pengeluaran dan menambah pemasukan.
Berbagai usaha dilakukan para ibu untuk menekan angka pengeluaran dalam rumah tangga. Ada yang bekerja secara online, menjadi reseller produk kebutuhan, tetapi ada juga yang bercocok tanam di rumah. Semua itu dilakukan para wanita atau ibu agar kehidupan keluarga tetap berlanjut.
Seperti yang saya lakukan, bercocok tanam menjadi satu kegemaran yang membantu keberlangsungan hidup keluarga. Mengingat kebutuhan sayuran yang banyak, saya dan suami akhirnya memutuskan untuk menjadikan bagian belakang rumah sebagai kebun sayur. Saya ingin kebun sayur itu mampu mencukupi kebutuhan harian kami akan sayuran.
Tidak banyak yang saya harapkan dari lahan kecil di belakang rumah saya itu. Setidaknya, untuk kebutuhan rempah seperti kunyit, serai, jahe, lengkuas, cabai, tomat, kangkung, daun singkong, dan pepaya Jepang tidak lagi menjadi pikiran. Kami hanya memikirkan lauk dan bawang saja.
Tanpa memikirkan jenis tanah yang kurang baik untuk bercocok tanam, saya terus saja menanam bibit yang saya peroleh dari sampah dapur. Bibit-bibit itu akhirnya tumbuh di atas tanah liat. Artinya, ada kesempatan bagi saya untuk menanam lebih banyak lagi.
Dalam situasi ekonomi yang tidak pernah kita tahu seperti saat ini, saya memiliki prinsip agar bisa melanjutkan kehidupan yang lebih baik.Â
Prinsip pertama, jauhi utang. Utang terkesan bisa mengatasi kebutuhan yang mendesak, tetapi utang juga membuat banyak orang menjadi pesakitan atau mengalami gangguan jiwa. Jadi, sebisa mungkin hindari utang. Hidup sederhana lebih mulia dan nyaman daripada memiliki utang.
Kedua, lakukan yang mampu kamu dilakukan. Oleh karena itu, kenali kemampuan dan kesukaan diri. Lakukan sebaik mungkin yang kamu bisa. Misalnya, kamu suka berbisnis, maka berbisnislah dengan hal-hal yang kamu sukai. Saya pun melakukan hal yang saya  untuk memenuhi kebutuhan keluarga, yaitu bercocok tanam.
Prinsip ketiga, bersabar dalam hadapi situasi yang ada sekarang ini dengan penuh kesyukuran. Nikmati setiap kesulitan yang dialami dengan keikhlasan karena situasi ini dialami juga oleh semua orang. Â Jangan memaksakan diri memiliki sesuatu di luar kemampuan.
Prinsip keempat, banyaklah berbagi karena berbagi tidak akan pernah rugi. Bahkan dengan berbagi akan terbuka luas rezeki untuk kita. Jangan takut bersedekah, berikan yang bisa kita berikan untuk saling meringankan karena kesulitan hidup ini bukan kita sendiri yang mengalaminya.
Prinsip keempat, perbanyaklah belajar untuk menjadi kreatif karena situasi sekarang harus dihadapi dengan kreatif. Banyak kegiatan positif di sekitar yang bisa dijadikan cuan, seperti membuat konten edukasi di media sosial.
Prinsip kelima, bergabunglah dengan komunitas yang sepemikiran. Bisa jadi komunitas itu berasal dari tempat tinggalmu atau dari media sosial yang jumlahnya sangat banyak. Pilih komunitas yang kamu sukai.
Dengan kelima prinsip di atas, saya yakin situasi yang tidak menentu ini bisa kita hadapi. Jika prinsip-prinsip itu dijalankan dengan sebaik mungkin, maka apa pun kendala yang kita hadapi akan mampu teratasi dengan baik. Yang terpenting, tetap mendekatkan diri kepada Pencipta yang Maha Kuasa karena Dia yang kuasa mengubah situasi menjadi lebih baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI