Mohon tunggu...
Meldy Muzada Elfa
Meldy Muzada Elfa Mohon Tunggu... Dokter - Dokter dengan hobi menulis

Internist, lecture, traveller, banjarese, need more n more books to read... Penikmat daging kambing...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Tidak Memberitahukan Penyakitnya kepada Pasien, Bolehkah?

23 Februari 2022   17:36 Diperbarui: 24 Februari 2022   04:06 1752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi konsultasi dokter (Foto oleh MART PRODUCTION dari Pexels)

Maksudnya adalah ketika pasien dinyatakan sebagai terapi paliatif maka tujuan utama bergeser, dari yang awalnya adalah kuratif/penyembuhan menjadi tujuan meningkatkan kualitas hidup pasienn, berdamai dengan penyakit yang ada di dalam tubuhnya dan mempersiapkan sedini dan sematang mungkin untuk hal yang terjadi dikemudian hari, termasuk ketika pasien meninggal dunia.

Sebagai contoh, seorang pasien wanita usia 70 tahun terdiagnosa kanker paru-paru, maka dokter selanjutnya akan melakukan penilaian apakah pasien ini akan dilakukan pengobatan untuk menyembuhkan atau pengobatan untuk mengurangi penyebaran kankernya, mengurangi nyeri dan progresivitas penyakitnya. 

Ketika disepakati bahwa kanker pasien tersebut sudah tindak lanjut dan pengobatan tidak memungkinkan untuk menyembuhkan, hanya untuk perbaikan kondisi klinis saja (meningkatkan kualitas hidup), maka pada saat itulah diputuskan bahwa pasien ini masuk dalam terapi paliatif. Justru keputusan ini diambil pada saat pasien masih kondisi baik, sadar, berpikir normal dan bugar, bukan pada saat pasien sudah dalam keadaan koma atau sakit berat baru dikatakan terapi paliatif.

Apa tujuan dari semua ini?

Tujuannya adalah untuk kebaikan pasien dan mencegah terlantar. Ketika diputuskan terapi paliatif, pasienakan mempersiapkan diri sedini mungkin untukhal yang paling tidak diharapkan.

Pasien tentu akan membuat keputusan-keputusan terkait kalau sudah mendekati ajal, apakah perlu dibawa ke rumah sakit atau di rumah saja, andai di rumah sakit apakah perlu masuk ICU atau di bangsal saja, andai terjadi henti jantung apakah perlu dilakukan resusitasi jantung paru atau tidak usah. 

Bahkan lebih dari itu, pasien tentu akan saling berdiskusi dengan anggota keluarga, biaya pengobatan selanjutnya menggunakan uang siapa, pembagian warisan sudah disiapkan sedini mungkin, jika meninggal dikuburkan ke mana, dan selanjutnya pasien akan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dia akan meyakini bahwa kematian itu pasti terjadi kepada setiap orang dan tentunyapasien ingin meninggal dalam keadaan yang baik, dalam keadaan beriman sesuai dengan agamanya masing-masing.

Bayangkan, jika seperti kasus di awal pasien tidak diberitahu tentang penyakit yang diderita. Keluarga hanya memberitakan hal-hal bagus yang membuat pasien menjadi tidak sadar terdapat penyakit yang sebenarnya cukup berbahaya.

Yang terjadi adalah ketidaksiapan pasien, dan tiba-tiba saja pasien masuk ke rumah sakit dalam keadaan yang sudah jelek, penurunan kesadaran bahkan koma, tanpa pasien mempersiapkanterlebih dahulu kalau beliau akan meninggal apa saja yang harus dilakukan sesuai keinginan pasien. 

Tidak sedikit kasus terjadi perdebatan keluarga apakah pasien perlu masuk ICU atau tidak, entah karena masalah pemikiran atau masalah biaya. Ketika pasien meninggal pun sering terjadi perdebatanapakah langsung dimakamkan, dimakamkan di mana dan lain sebagainya.

Hal ini tentunya dapat diminimalisir andai terapi paliatif berjalan dengan baik dan pasien sudah memutuskan bagaimanadan apa yang dilakukan pada saat hal ini terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun