Kata ular cukup untuk membuat seseorang bergidik mendengarnya. Bagaimana tidak, hewan melata bersisik bertubuh panjang dan mencari makanan dengan mengandalkan persepsi panas tubuh mangsa cukup untuk membuat orang takut dan lari terbirit-birit ketika melihatnya. Seperti diketahui tidak semua ular berbisa, namun ketika seseorang digigit ular, tindakan pertolongan pertama tetap dilakukan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dari gigitan ular berbisa tersebut.
Luka akibat gigitan ular dapat berasal dari gigitan ular berbisa maupun tidak berbisa. Umumnya ular menggigit pada saat dia aktif, yaitu pada pagi dan sore hari, apabila dia merasa terancam atau terganggu. Bisa ular dapat dikelompokkan berdasarkan sifat dan dampak yang ditimbulkan seperti neurotoksik (racun saraf), hemoragik (perdarahan), trombogenik (menyebabkan penyumbatan darah), homilisis (menghancurkan sel darah merah), sitotoksik (racun sel), antikoagulan (anti pembekuan darah), kardiotoksik (racun jantung) dan gangguan vaskular (merusak pembuluh darah). Selain itu, bisa ular juga merangsang jaringan untuk menghasilkan zat-zat peradangan seperti kinin, histamin dan substansi cepat lambat.
Berikut adalah kasus yang terjadi pada pasien gigitan ular dengan efek gangguan darah dan terjadinya peradangan.
Digigit ular bandotan
Seorang laki-laki usia 58 tahun dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dari Rumah Sakit tingkat II dengan riwayat digigit ular ± 36 jam yang sebelumnya di kaki kanan saat berada di kebun. Setelah digigit pasien tidak langsung menuju ke fasilitas kesehatan, hanya dibersihkan saja luka gigitan tersebut sambil menangkap ular yang menggigit tadi. Namun, 2 jam setelah gigitan, kaki yang tergigit menjadi membengkak sehingga dibawa ke RS terdekat. Selama perawat di RS telah dilakukan tindakan pembersihan luka, pembebatan dari terapi sesuai standar, namun dikarenakan kondisi pasien menjadi makin berat dengan didapatkan air kencing dan berak yang berdarah serta pada pemeriksaan laboratorium didapatkan trombosit (komponen pembekuan darah) yang turun sehingga pasien diputuskan dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Menurut keluarga ular yang menggigit adalah ular bandotan. Ular bandotan adalah istilah dalam bahasa Indonesia yang juga digunakan untuk menyebut jenis-jenis ular dari berbagai macam keluarga ular yang berbeda-beda. Akan tetapi, ular yang diberi nama bandotan kebanyakan merupakan ular beludak atau suku Viperidae.
![Ular Bandotan jenis Mountain Pit Viper yang menggigit pasien (dok.pri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/19/img-20161119-wa0009-58302ccf8223bded14d9c61c.jpg?t=o&v=770)
Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam dikatakan bahwa bisa ular jenis viper mempunyai aktivitas hemoragik yang menyebabkan perdarahan spontan dan kerusakan jaringan pembuluh darah. Sehingga sangat wajar kasus pada pasien ini terjadi perdarahan pada saluran cerna dan perdarahan saluran kemih disertai penurunan  trombosit.
![Tungkai kanan yang tergigit menjadi lebih bengkak (dok.pri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/19/p-20161119-104752-58302d658223bd6413d9c630.jpg?t=o&v=770)
![Tangan pasien yang menjadi bengkak karena efek peradangan tubuh akibat bisa ular (dok.pri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/19/p-20161119-104859-58302d99f57e61cb0f5fa0f6.jpg?t=o&v=770)
Derajat luka dan tatalaksananya
Dalam panduan praktik klinis penatalaksanaan di bidang ilmu penyakit dalam, pemberian terapi pada gigitan ular berbisa terutama pemberian serum antibisa ular (SABU) harus terlebih dahulu melihat derajat luka dari gigitan ular tersebut.
![Klasifikasi gigitan ular menurut Schwartz (PPK Ilmu Penyakit Dalam)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/19/screenshot-2016-11-19-16-24-46-1-58302dba759373aa14f461ef.jpg?t=o&v=770)
Pedoman terapi serum anti bisa ular (SABU) pada derajat IV adalah diberikan tambahan 6-8 vial SABU lebih banyak dari derajat III. Pada derajat III SABU diberikan 5-15 vial, maka pada derajat IV dapat diberikan SABU maksimal 20 vial.
Sedangkan untuk menilai efek gangguan darah yang diakibatkan gigitan ular tersebut dapat dilihat dari nilai laboratorium pasien tersebut.
![new-doc-48-1-58302ddcd77e617b36522a52.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/19/new-doc-48-1-58302ddcd77e617b36522a52.jpg?t=o&v=770)
![new-doc-48-3-58302ded2623bdef1218e961.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/19/new-doc-48-3-58302ded2623bdef1218e961.jpg?t=o&v=770)
![Nilai laboratorium pada pasien (dok.pri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/11/19/new-doc-48-2-58302e0a02b0bd0536ff5897.jpg?t=o&v=770)
Kasus ini sebagai pelajaran semua yang membaca
Dibuatnya tulisan ini tentang yang membaca tidak hanya sejawat dokter, tetapi juga masyarakat awam. Diharapkan tulisan ini sebagai pelajaran bagi kita semua bahwa jangan menganggap remeh gigitan ular. Walaupun sebagian ular yang menggigit tidak berbisa, namun pastinya terdapat kasus dengan gigitan ular yang dapat membahayakan jiwa. Pada kasus gigitan ular ini, jenis ularnya adalah viper yang ternyata mempunyai efek terhadap darah yang sangat berbahaya dan jika salah atau telat tatalaksananya dapat membahayakan jiwa.
Penting bagi kita semua untuk mengenal jenis ular-ular, morfologi sacara umum jenis ular yang berbisa atau yang tidak berbisa. Mengenal bentuk luka gigitan untuk dapat memperkirakan apakan ini berbisa atau tidak. Dan tidak kalah penting adalah dapat mengetahui atau melihaty ular yang menggigit tersebut agara penanganannya dapat lebih tepat lagi.
Sampai tulisan ini dibuat, kondisi pasien masih sadar dengan tanda vital yang masih normal. Namun karena ancaman perdarahan masih terjadi, maka tim medis masih melakukan monitoring dan terapi yang ketat agar jiwa pasien terselamatkan sehingga dapat kembali kepada keluarganya yang menunggu dengan setia. Semoga.
Salam sehat,
dr. Meldy Muzada Elfa
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI