Mohon tunggu...
Meldy Muzada Elfa
Meldy Muzada Elfa Mohon Tunggu... Dokter - Dokter dengan hobi menulis

Internist, lecture, traveller, banjarese, need more n more books to read... Penikmat daging kambing...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama FEATURED

Cari Tahu Kapan Anda Mesti Cek Kolesterol

12 September 2016   14:46 Diperbarui: 12 Agustus 2019   04:10 7022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sajian daging kambing yang banyak disajikan pada idul Adha (Sumber: newsmedia.co.id)

Momen Idul Adha banyak memberikan kesan kepada seluruh umat Islam di dunia. Tidak hanya tentang belajar dari kisah religi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, selain itu juga dari unsur sosial menyangkut pembagian daging kurban yang akan dirasakan oleh saudara kita yang tidak mampu untuk membelinya.

Seyogyanya hal tersebut memberikan kegembiraan kepada kita semua. Namun kadang kala konsumsi daging yang berlebihan ditakuti oleh sebagian masyarakat dengan pikiran dihantui oleh meningkatnya kadar kolesterol, meningkatnya tekanan darah dan meningkatnya kadar gula darah. Walaupun sudah banyak penjelasan terkait bagaimana pengolahan daging yang baik dan aman, namun masih banyak pula celetukan-celetukan ataupun pertanyaan dari masyarakat terkait konsumsi daging tersebut.

“Wah, besok harus cek kolesterol nih, jangan-jangan naik drastis.”

 “Siap-siap nih UGD rumah sakit kebanjiran pasien, bakal banyak yang datang karena kepala pusing kebanyakan makan daging kambing.”

“Aku gak mau makan daging kambing, ntar kena stroke.”

Dan berbagai macam celetukan polos lainnya dari masyarakat yang tentu kita pahami karena kewaspadaan mereka untuk menjaga kesehatan. Namun waspada juga harus disertai pengetahuan yang benar bagaimana waspada yang tepat itu. Masalahnya, kadang tenaga kesehatan seperti dokter, perawat dan ahli gizi pun sering meng-iya-kan celetukan mereka. Hal tersebut bukan karena mereka tidak tahu, tetapi malasnya menjelaskan dan menghindari perdebatan yang justru dianggap membuang waktu.

Melihat dari fenomena tersebut, maka penulis mencoba mengulas tentang masalah ini, semoga bermanfaat dan dapat menjadi panduan dalam memelihara kesehatan kita semua.

Kapan Harus Cek Kolesterol?
Masyarakat awam hanya mengenal kolesterol secara umum. Padahal sebenarnya yang harus diketahui bahwa dalam suatu metabolism lipid di dalam tubuh, banyak kenal hal-hal yang berkaitan dengan kolesterol.

Yang patut diketahui oleh masyarakat, ketika ingin melakukan pemeriksaan maka yang diperiksa adalah fraksi lipid dalam plasma, yang utama dikenal adalah kolesterol total (K-total), kolesterol LDL (K-LDL), kolesterol HDL (K-HDL)dan trigliserida (TG).

Gangguan dari fraksi lipid tersebut dikenal dengan istilah dislipidemia. Terjadinya gangguan lipid atau dalam bahasa awam dikenal dengan gangguan kolesterol tersebut akan berbahaya terutama pada kelompok-kelompok tertentu.

Penulis sedikit tertawa ketika seorang anak muda berusia 25 tahunan dengan postur tubuh yang ideal, ketika sambil mengipas sate yang sedang dibakar berujar, “esok saya mau cek kolesterol dok, siapa tahu tinggi. Takut kena serangan jantung.”

Dengan usia masih muda dan postur tubuh ideal, apakah perlu cek darah? Apakah kolesterol akan naik tiba-tiba? Apakah peningkatan yang tiba-tiba membikin langsung serangan jantung?

Pengelolaan pasien dyslipidemia dimulai dengan melakukan penapisan pada kelompok yang berisiko. Untuk mempermudah pemahaman, maka silakan dilihat siapa yang sebaiknya dilakukan penapisan atau pemeriksaan dari daftar di bawah ini:

  • Perokok aktif
  • Diabetes
  • Darah tinggi
  • Riwayat keluarga dengan serangan jantung
  • Riwayat keluarga dengan gangguan kolesterol
  • Penyakit ginjal kronik
  • Penyakit inflamasi kronik (rheumatoid artritis, lupus eritematosus, artritis asam urat dll)
  • Lingkar pinggang, laki-laki >90 cm, perempuan >80 cm.
  • Disfungsi ereksi
  • Adanya kekakuan pembuluh darah dan adanya aneurisme abdomen (pembuluh darah utama di perut melebar)
  • Obesitas, indeks massa tubuh > 25 kg/m2
  • Usia, laki-laki >45 tahun, wanita >55 tahun atau sudah menopause.

Jika memang pembaca memiliki salah satu dari daftar berikut di atas, maka penulis sarankan untuk periksa kadar kolesterol. Jika tidak ada di dalam daftar tersebut, maka hemat penulis belum saatnya untuk dilakukan pemeriksaan.

Kapan Harus Terapi Kolesterol?
Kolesterol LDL (K-LDL, selanjutnya disebut LDL saja) merupakan lipoprotein aterogenik (penyebab kekakuan dan penyempitan pembuluh darah) utama, sehingga dijadikan target utama untuk diturunkan dalam penatalaksanaan dislipidemia.

Tiap individu berbeda dalam target kadar LDLnya. Bisa jadi si A dengan LDL 120 tidak perlu diberikan terapi, tetapi si B dengan kadar LDL 90 justru harus diberikan terapi. Semua tergantung individu masing-masing.

Kenapa? Agar lebih memahami hal tersebut marilah kita melihat alur algoritme kelompok risiko dengan target LDL di bawah ini

Alur berdasarkan rekomendasi ATP III (Sumber: Konsensus Penatalaksanaan Dislipidemia Perkeni 2015)
Alur berdasarkan rekomendasi ATP III (Sumber: Konsensus Penatalaksanaan Dislipidemia Perkeni 2015)
Agar mudahnya memahami alur di atas, mari kita baca 3 kasus di bawah ini:
  1. Laki-laki, 27 tahun datang dengan membawa hasil laboratorium, didapatkan nilai K-total 210, LDL 140, HDL 48. Hasil tersebut didapatkan karena pasien iseng untuk cek kadar kolesterolnya saja. Tidak ada darah tinggi dan kencing manis. Tidak ada riwayat keluarga yang terkena serangan jantung dini. Berapa target LDL?
  2. Wanita, 56 tahun datang dengan ke praktek dengan membawa hasil laboratorium K-Total 190, LDL 140 dan HDL 34. Tekanan darah didapatkan nilai 160/90 mmHg. Tidak punya riwayat stroke maupun penyakit jantung koroner. Kencing manis disangkal. Berapa target LDL?
  3. Laki-laki 60 tahun datang dengan penyakit diabetes datang kontrol rutin dengan membawa hasil LDL 90. Tiga bulan yang lalu pasien dirawat di ICCU karena terkena serangan jantung, namun tidak dipasang stent (cincin untuk membuka pembuluh darah koroner jantung). Apa yang harus dilakukan?

Terdapat 3 kasus di atas dengan kadar LDL yang berbeda-beda dengan individu yang berbeda juga. Bagaimana tindak lanjutnya, mari kita jawab dengan melihat alur yang ada di atas.

  1. Kasus 1: Seorang laki-laki tanpa masalah penyakit jantung koroner atau yang setara (equivalent), tidak ada faktor risiko mayor dengan LDL 140. Maka pasien ini masuk dalam kelompok risiko rendah dengan target LDL <160. Pasien tidak perlu obat apapun, obat hanya diberikan jika LDL >190.
  2. Kasus 2: Seorang wanita tanpa masalah penyakit jantung koroner atau yang setara (equivalent), namun memiliki 3 faktor risiko mayor yaitu hipertensi, HDL <40dan usia >55 dengan LDL 140. Maka pasien ini masuk dalam kelompok risiko sedang dengan target LDL <130 dan mulai terapi jika LDL >130. Maka pasien ini harus diberikan obat menurunkan LDL kolesterol.
  3. Kasus 3: Seorang laki-laki dengan riwayat serangan jantung dan memiliki diabetes datang dengan membawa hasil LDL 90. Jika melihat tabel, pasien ini langsung masuk dalam kelompok resiko sangat tinggi dengan target terapi LDL <70 dan harus diberikan obat menurunkan LDL kolesterol.

Bagaimana? Bisa dipahami ternyata individu dengan beda kadar LDL, belum tentu semuanya diberikan terapi. Terapi diberikan dengan indikasi yang tepat dan dokterlah yang menentukan hal tersebut. Penggunaan obat-obatan yang tidak sesuai indikasi justru akan meningkatkan efek samping yang tidak dikehendaki.

Terapi Kolesterol Hanya Simvastatin?
Selama ini yang banyak diketahui masyarakat obat kolesterol hanyalah simvastatin. Simvastatin adalah obat golongan statin yang bekerja dengan mengurangi pembentukan kolesterol di hati dengan menghambat secara kompetitif kerja dari enzim HMG-CoA reduktase.

Banyak obat golongan lainnya, namun statin masih secara luas digunakan oleh para tenaga medis untuk menurunkan kadar LDL. Namun yang disayangkan sekarang ini, banyak toko obat yang menjual secara bebas obat simvastatin dengan dalih menurunkan kadar kolesterol agar tidak terjadi stroke ataupun gangguan pembuluh darah lainnya. Padahal penggunaan obat inipun juga harus dengan indikasi yang tepat dan jenisnya pun tidak hanya simvastatin. Banyak statin jenis lain, tergantung keperluan dokter dalam mencapai tujuan pengobatannya.

Klasifikasi Golongan Statin (Sumber: Konsensus Penatalaksanaan Dislipidemia Perkeni 2015)
Klasifikasi Golongan Statin (Sumber: Konsensus Penatalaksanaan Dislipidemia Perkeni 2015)
Gambar di atas merupakan contoh klasifikasi statin berdasarkan target dan tujuannya. Sehingga konsumsi obat tersebut juga wajib atas indikasi dan saran dari dokter Anda.

Banyak kasus yang seharusnya tidak perlu pemberian statin, tetapi karena ketakutan yang sebenarnya tidak mendasar sehingga masyarakat terdorong mengonsumsi obat tersebut. Padahal efek samping seperti miopati (gangguan otot) dan gangguan pencernaan sering dilaporkan sebagai efek samping penggunaan obat ini.

Penutup
Penulis mengharapkan dengan tulisan ini masyarakat lebih mengetahui kapan periksa kadar kolesterol dan bagaimana saat tepat seharusnya seseorang mendapatkan terapi. Sehingga tidak terjadi konsumsi obat yang tidak tepat.

Perlu diingat, gangguan pembuluh darah akibat kolesterol terjadi secara bertahap. Penyakit jantung koroner, stroke ataupun penyakit pembuluh lainnya yang didapatkan sekarang adalah akibat gangguan kadar lipid/gangguan koleterol yang diderita sejak beberapa tahun yang lalu. Tidak terjadi secara instan.

Dan perlu diingat, nyeri-nyeri otot ataupun nyeri sendi bukanlah pertanda seseorang memiliki kadar kolesterol yang tinggi, Hal ini hanyalah kepercayaan yang benar-benar diyakini secara turun termurun.

Selamat Hari Raya Idul Adha, 10 Zulhijjah 1437 H. Selamat menikmati daging kurban....

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Si Penikmat Daging Kambing (Dokumen Pribadi)
Si Penikmat Daging Kambing (Dokumen Pribadi)
Salam sehat,

dr. Meldy Muzada Elfa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun