Kembali tulisan saya kali ini merupakan tanggapan dari tulisan Kompasianer Boris Toka Pelawi yang berjudul Sering Merasa Lelah? Hindari Hal-hal Berikut. Ada beberapa alasan dan hal menarik yang memicu saya untuk membuat tulisan ini, sehingga bermnafaat bagi kita semua.
Beberapa kalimat kunci dari tulisan sebelumnya adalah:
- “Dari penjelasan tersebut dapat kita simpulkan bahwa lelah tak hanya di alami tubuh semata, pikiran pun punya rasa lelahnya sendiri.” (Paragraf ke-3)
- “Butuh sifat dinamis untuk mengolah rasa lelah yang menyerang mental, pikiran dan perasaan.” (Paragraf ke-13)
Walaupun penulis mengatakan bahwa dia bukan seorang dokter yang bisa menjelaskan kondisi lelah ini secara medis, namun dia mencoba mencarikan jalan keluar berdasarkan pengalaman pribadi. Dari paparan yang diberikan secara runut, sebenarnya penulis telah berhasil memberikan jalan keluar bagi orang lain atau penderita yang sering mengalami kelelahan, inilah poin yang penting dari tulisan tersebut sehingga sangat tepat Kompasiana memberikan kategori Headline untuk tulisan ini.
Menindaklanjuti tulisan tersebut, maka izinkanlah penulis memberikan tambahan ulasan dari tinjauan medis, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Sering Lelah atau Sindrom Lelah Kronik?
Rasa lelah dapat merupakan suatu keadaan normal tubuh yang berhubungan dengan aktivitas fisik maupun psikis. Namun dapat juga menjadi suatu gejala penyakit yang mendorong seseorang untuk berobat ke dokter, karena alasan selalu lelah atau juga lelah yang berkepanjangan.
Namun masalah yang sering dihadapi tenaga medis adalah bila setelah dilakukan penelusuran diagnosis ternyata tidak ditemukan adanya gangguan organ yang spesifik dan pengobatan yang diberikan tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Yang menjadi dilema adalah bagaimana menentukan bahwa pasien ini hanya sering merasa lelah atau ternyata pasien ini menderita sindrom lelah kronik.
Secara sederhana, kadangkala pasien memang sering merasa lelah karena tuntutan beban kerja yang tinggi, namun jika kelelahan tersebut menghilang dengan istirahat yang cukup, maka hal tersebut bukan suatu keadaan abnormal. Atau memang diketahui bahwa pasien sedang sakit atau sedang mengidap suatu penyakit sehingga sering merasa lelah, maka hal tersebut juga bisa dijelaskan penyebab kelelahannya. Dalam hal ini berarti jika seseorang sering mengalami kelelahan tapi didapatkan penjelasan yang logis, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pasien sering lelah, untuk mengatasinya adalah menyelesaikan penyebab dasarnya.
Jika terjadi kumpulan gejala dengan keluhan utama rasa lelah yang lama dan terus menerus disertai dengan gejala fisik dan neuropsikologis, mengganggu aktivitas sehari-hari dan cenderung terganggunya pekerjaan maka kita harus mencurigai bahwa orang tersebut menderita sindrom lelah kronik.
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab utama sindrom lelah kronik. Beberapa hipotesis menyebabkan bahwa yang mendasari terjadinya sindrom lelah kronik antara lain pasca infeksi virus (Epstein-Barr Virus dan Sitomegalovirus), faktor imunologi, faktor hormonal (penurunan kadar kortisol), faktor psikososial (depresi ataupun cemas).
Ada beberapa tools untuk mendiagnosis Sindrom Lelah Kronik, salah satunya berdasarkan kriteria Center for Disease Control and Prevention (CDC) yang menyatakan untuk mendiagnosis kerja sindrom lelah kronik adalah:
Terdapat 2 kriteria mayor dan ≥ 6 kriteria gejala minor + ≥ 2 kriteria fisik minor atau ≥ 8 kriteria gejala.