[caption caption="Muntah darah karena gangguan lambung ataupun hati (Koleksi Pribadi)"][/caption]
Muntah darah merupakan kata yang cukup menakutkan bagi orang awam. Terlepas terjadi kegawatan atau tidak pada pasien dengan muntah darah, jika terjadi hal tersebut maka tentunya terjadi kepanikan pada orang awam.
Muntah darah terutama yang berwarna hitam dalam bahasa medis disebut dengan hematemesis. Jika muntah darah tersebut berwarna hitam, kemungkinan besar terjadi perdarahan pada saluran cerna bagian atas (SCBA). Kenapa berwarna hitam, karena darah yang keluar bercampur dengan asam lambung. Seringkali kasus muntah darah hitam disertai dengan buang air besar (BAB) yang berwarna hitam lembek yang disebut dengan melena. Hal ini bisa terjadi karena perdarahan di SCBA memasuki saluran cerna bagian bawah dan akhirnya keluar bercampur dengan tinja.
Dari pantauan penulis ketika rotasi di beberapa rumah sakit, ketika terjadi kasus mutah darah dan BAB hitam, salah satu terapi yang diberikan adalah pemberian asam traneksamat, entah itu dimulai dari unit gawat darurat ataupun ketika sudah di ruangan. Memang ini hanya sebatas pantauan, bukan melakukan survey ataupun mengujinya melalui statistik, tapi melihat fenomena yang jamak dilakukan, penulis yakin masih banyak teman sejawat di rumah sakit yang memberikan asam traneksamat sebagai pilihan utama pada muntah darah. “Ya biasanya memang gitu kok..” ucap teman sejawat ketika ditanyakan.
Apakah kita memberikan terapi dengan ilmu kebiasaan? Atau mari membiasakan pemberian terapi sesuai Evidence Base Medicine.
Berdasarakan penelitian retrospektif di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta selama 3 tahun didapatkan penyebab perdarahan SCBA terbanyak adalah pecahnya varises esophagus, gastritis erosif, gastropati hipertensi portal, tukak duodenum, tukak lambung dan kombinasi. Ketika berbicara tentang pecah varises esophagus, hal tersebut terakit dengan gangguan hati yang menyebabkan tekanan pembuluh vena di esophagus meningkat dan akhirnya pecah. Sedangkan jika berbicara tentang gastritis erosif dan tukak lambung, hal ini terjadi karena ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif pada mukosa lambung, sehingga terjadi perdarahan. Belum ada laporan secara resmi di fasilitas kesehatan lain di Indonesia, tapi cukup kiranya laporan dari RSCM tersebut menggambarkan penyebab tersering muntah darah di Indonesia.
Jika kita simpulkan, artinya muntah darah hitam yang terjadi secara etiologi terbagi menjadi dua yaitu: 1. Variseal (karena pecahnya varises esophagus), 2. Non Variseal (erosi mukosa lambung, tukak ataupun gastropati).
Apa yang bisa kita simpulkan sampai di sini, artinya pemberian terapi muntah darah hitam yang terjadi di masyarakat tentunya harus sesuai dengan etiologi yang disebutkan tadi. Sekarang mari kita kupas terapi muntah darah sesuai panduan yang ada. Tentunya pemantauan pertama komplikasi dari muntah darah hitam adalah kegawatdaruratan karena gangguan hemodinamik dan penurunan konsentrasi hemoglobin. Namun karena pokok bahasan kita bukan tetang kegawatannya maka topik ini dilewatkan saja.
Pada kasus muntah darah hitam karena pecahnya varises esophagus maka pilihan terapinya adalah tindakan endoskopi dan ligasi tempat perdarahan. Namun jika fasilitas kesehatan di daerah yang tidak memiliki alat endoskopi, maka perdarahan disebabkan pecahnya varises esofagus menurut Konsensus Nasional PGI-PPHI-PEGI mengenai Penatalaksanaan Perdarahan Varises dapat diberikan obat somatostatin atau oktreotide secara drip intravena. Obat tersebut bertindak sabagai vasoaktif untuk menghentikan perdarahan secepat mungkin.
Penyebab pecahnya varises esophagus karena peningkatan tekanan vena portal akibat sirosis hepatis. Sehingga kadang ada tambahan terapi pada kasus ini yaitu pemberian vitamin K. Namun perlu diingat, pemberian vitamin K bukan secara langsung untuk menghentikan perdarahan, tetapi hal ini lebih karena ketika terjadi sirosis hepatis maka terjadi kegagalan sintesis faktor koagulasi dependen vitamin K yaitu faktor 2, 7, 9 dan 10. Pada pemeriksaan laboratorium, ketika terjadi kegagalan sistesis faktor tersebut dibuktikan dengan terjadinya pemanjangan Plasma Protrombin Time (PPT) dan International Normalized Ratio (INR). Jika hasil laboratorium tersebut terjadi pemanjangan, maka ada indikasi pemberian vitamin K.
Sedangkan pada kasus muntah darah diakibatkan karena erosi ataupun tukak lambung dan duodenum, terapi yang direkomendasikan berdasarkan Clinical Guideline Consensus Recommendations for Nonvariceal Upper Gastrointestinal Bleeding adalah pemberian golongan Proton Pump Inhibitor (PPI) contohnya lansoprazol, omeprazol, pantoprazol, esomeprazol. Salah satu pemberian yang direkomendasikan adalah bolus PPI 80 mg IV dilanjutkan drip kontinyu PPI 8 mg/jam IV 12-24 jam terbukti secara ilmiah untuk menghentikan perdarahan. Alasan PPI diindikasikan pada perdarahan nonvarises karena pemberian PPI dosis tinggi akan meningkatkan pH lambung diatas 6 secara cepat yang diikuti dengan agregasi trombosit pada luka, terjadi bekuan darah yang stabil dan tidak menjadi lisis, yang mana jika suasana lambung terlalu asam proses ini tidak bisa berlangsung. Di clinical guideline tidak ada sedikitpun disinggung masalah pemberian asam traneksamat.
Lantas asam traneksamat digunakan untuk apa? Asam traneksamat adalah golongan antifibrinolitik yang artinya mencegah terjadinya lisis pada fibrin. Secara singkat proses fibrinolitik terjadi karena adanya plasmin yang berasal dari plasminogen. Asam traneksamat bekerja menghambat aktivasi plasminogen menjadi plasmin sehingga tidak terjadi fibrinolitik.
Jadi pemberian asam traneksamat diindikasikan pada perdarahan karena proses fibrinolisis. Sebagai contoh adalah perdarahan karena tumor ganas di leher rahim, saluran pencernaan atau saluran nafas, hal itu terjadi karena degradasi fibrin, sehingga sangat cocok sekali diberikan asam traneksamat. Atau saat proses fibrinolitik pada pasien sindrom koroner akut, terjadi efek samping perdarahan, maka antidotum yang disarankan salah satunya adalah asam traneksamat. Bagaimana membuktikan terjadinya proses degradasi fibrin? Periksalah D-dimer, jika meningkat sudah pasti itu adalah proses degradasi fibrin karena D-dimer adalah produk pecahannya (jika RS sejawat terdapat pemeriksaan tersebut, red).
Semoga dengan tulisan yang sangat sederhana ini dapat memberikan sedikit wawasan bagi teman sejawat, bahwa tidak semua perdarahan diberikan asam traneksamat. Penggunaan asam traneksamat memang sangat luas bahkan menjadi trend bahwa jika terdapat perdarahan tidaklah afdhol jika asam traneksamat tidak diikutsertakan. Perdarahan secara umum dan muntah darah hitam secara khusus adalah hal yang serius dan perlu mendapat perhatian khusus, dengan memberikan terapi yang tepat sasaran maka diharapkan perdarahan tidak menjadi komplikasi yang lebih berbahaya. Mari kita terus membaca, terus belajar dan terus ingin tahu demi pengabdian kita kepada masyarakat.
Salam sehat,
dr. Meldy Muzada Elfa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H