Mohon tunggu...
Meldy Muzada Elfa
Meldy Muzada Elfa Mohon Tunggu... Dokter - Dokter dengan hobi menulis

Internist, lecture, traveller, banjarese, need more n more books to read... Penikmat daging kambing...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sebuah Cabe dan Serangan Maag

14 Desember 2015   14:29 Diperbarui: 14 Desember 2015   14:29 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca sekilas judul tersebut mungkin terasa menggelikan. Yang terpintas di benak pembaca adalah apa hubungannya dengan cabe dan serangan maag. Sejatinya, tercetus ide membuat artikel ini beserta judul di atas berawal dari pengalaman penulis sendiri. Bagaimana cerita pengalaman tersebut?

Tepatnya sewaktu penulis sedang dikirim bertugas ke RSUD Cilacap sebagai residen, memang suatu kebiasaan rutin di pagi hari mulai pukul 06:30 WIB penulis sudah muter bangsal penyakit dalam untuk melaksanakan visite pasien. Visite yang biasanya berlangsung sekitar 2 jam ini, diakhiri dengan makan pagi pukul 08:30 WIB dan dilanjutkan dengan tugas di poliklinik penyakit dalam dengan pasien sejibun. Kenapa visite dulu baru makan? Jawabnya karena makan pagi yang biasanya disediakan untuk residen belum datang.

O.. la.. la.. Saat di bangsal, perawat dengan ramahnya menawarkan gorengan panas di pagi hari dengan paduan teh hangat yang menggugah selera. Kombinasi perut yang memang sudah lapar dan lelah sehabis visite pasien, akhirnya gorengan tersebut terjamah juga. Dan parahnya lagi, kumpulan cabe segar berwarna hijau yang menghiasi membuat penulis kalap untuk memakannya, walau cuman sebutir.

Dua buah gorengan¸sebuah cabe dan segelas teh hangat dengan cepat penulis habiskan, lanjut poli dan lupa makan pagi untuk selanjutnya bisa ditebak. Baru satu jam di poli, perut penulis sudah terasa tidak enak, campuran rasa melilit dan menusuk di daerah ulu hati menyerang bergantian. Berusaha menutupi ketidaknyamanan di hadapan pasien, konsumsi Antasida (obat maag) sebagai pertolongan pertama dan minum air putih dengan banyak tidak cukup membantu. Semakin ditahan semakin nyeri, keringat dingin dan bibir pucat menahan nyeri mulai nampak. Akhirnya atas seizin senior internist di poli, penulis segera beristirahat.

Cerita di atas sebenarnya hanyalah pembuka dari tulisan ini untuk mengajak pembaca berfikir, apa dan bagaimana penyakit maag? Apa penyebabnya? Apa pencetusnya? Apa yang harus dilakukan dan dihindari? Maag, sebuah kata yang sering disebutkan oleh masyarakat, pasien, bahkan dokter. Tapi dalam istilah medis sendiri diagnosisnya tidak ada. Kata ini mirip dengan istilah penyakit masuk angin di masyarakat, sering diucapkan tapi ketika diminta pengertian secara ilmiah tidak ada yang bisa jawab. Tentang istilah masuk angin pernah saya tulis di sini.

Mungkin ada beberapa pembaca di sini dengan profesi dokter, izinkan penulis bertanya. “Ketika Anda mendapati keluhan pasien yang mengarah terhadap gejala maag, apa diagnosa yang Anda tuliskan?”

Sering pasien datang dengan kata-kata, “dok, saya kena maag”, “dok, perut saya kembung, sering mual, saya kena maag ya dok?” “Udah 3 hari ini mencret-mencret habis makan pedes, mungkin saya kena maag dok” dan lain-lain. Berbagai macam diagnosa dituliskan, dari sindrom dispepsia, gastritis, gastroesophageal reflux disease, heart burn, tukak gaster dan sebagainya, namun tidak ada kata-kata maag tertulis di sana.

Penulis senang sekali mengutip pengertian di Ensiklopedia Bebas online Wikipedia.com karena sering diakses masyarakat, situs tersebut menuliskan bahwa maag atau radang lambung atau tukak lambung adalah gejala penyakit yang menyerang lambung dikarenakan terjadi luka atau peradangan pada lambung yang menyebabkan sakit, mulas, dan perih pada perut. Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan, karena Wikipedia adalah sebuah ensiklopedia bebas online yang boleh ditulis oleh siapapun dengan kebenarannya belum tentu bisa dipertanggungjawabkan.

Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam yang menjadi acuan utama dokter khususnya di bidang penyakit dalam, tidak ada satupun tulisan yang menuliskan kata maag. Di sub bab tentang pendekatan klinis pasien gastrointestinal, gangguan atau gejala yang berkaitan dengan pencernaan lebih dikhususkan terhadap di mana gejala tersebut dominan.

Diagnosa yang sering dipakai oleh para dokter dengan keluhan maag adalah dispepsia. Sebenarnya dispepsia sendiri bukan bukanlah suatu penyakit, tetapi suatu sindrom yang harus dicari tahu penyebabnya. Apa itu sindrom, yaitu suatu kumpulan gejala. Pada dispepsia kumpulan gejala tersebut adalah nyeri atau tidak nyaman di ulu hati (tipe ulkus), kembung, mual, muntah, sendawa, cepat kenyang, terasa penuh/begah (tipe dismotility), namun tidak semua gejala harus ada. Jadi ketika dokter menuliskan diagnosa dispepsia maka itu bukanlah suatu diagnosa final, tetapi awal untuk pelacakan penyebab terjadinya kumpulan gejala tersebut.

Banyak penyebab terjadinya dispepsia, antara lain luka di lambung, peradangan dinding lambung, tumor lambung, infeksi bakteri H. pylori, riwayat sering mengkonsumsi obat-obatan yang menipiskan dinding lambung, penyakit hati, penyakit sistemik (diabetes, tiroid, jantung coroner), bahkan yang hanya bersifat fungsional yang artinya tidak ada bukti kelainan/gangguan organ dan biokimia yang sering dikenal dengan dispepsia fungsional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun