Memang tak dapat dipungkiri SMAN.1 Pangkalankuras merupakan sekolah yang tergolong besar di Kecamatan Pangkalankuras. Hal ini dilihat dari jumlah peserta didiknya lebih kurang 1.200 orang. Dengan jumlah rombongan belajar 26 rombel. Ditambah legi dengan 3 rombel kelas jauh yang ada di Bukit Kesumah. Dengan demikian terdapat 29 rombongan belajar.
Hal ini tidak berbanding lurus dengan minat baca tulis peserta didik. Peserta didik lebih tertarik memegang HP, daripada memegang dan membaca buku. Hampir semua peserta didik sudah memiliki HP yang canggih. Namun dampak dari penggunaan HP yang tidak bijak ini sangat memengaruhi minat baca peserta didik . Jangankan untuk membaca lima menit sebelum pelajaran dimulai, selama ini untuk membaca buku ketika jam pelajaran pun mereka tergolong malas. Membaca tidak lagi menjadi hobi, tapi hanya sekadar memenuhi tuntutan pelajaran atau diminta guru.
Seharusnya jumlah atau kuantitas yang banyak harus didukung oleh minat baca dan kreativitas yang besar pula. Sehingga program Permendikbud nomor 23 tahun 2015 tentang pentingnya membaca lima belas menit sebelum pelajaran dimulai dapat terealisasikan.
Kondisi seperti yang disebut inilah yang menjadi masalah pertama yang cukup besar dihadapi oleh penulis. Sebagai terobosan baru untuk merealisasikan Permendikbud nomor 23 tahun 2015, penulis mengambil kelas sasaran kelas X MIA 3.
Dengan demikian, kelas X MIA 3 dapat dikatakan satu-satunya kelas yang telah memiliki 'Pojok Literasi' dengan program penerapan  budaya literasi melalui aksara berkaki.
Kedua, selain dari masalah yang telah disebut tersebut, masalah lain yang dihadapi oleh penulis ketika menerapkan budaya literasi melalui aksara berkaki adalah keterbatasan buku yang dibaca oleh peserta didik. Untuk mengatasi hal ini, maka penulis mengajak kepada seluruh elemen sekolah untuk menyumbangkan satu orang satu buku. Dengan cara ini, alhamdulillah pojok literasi di kelas X MIA 3 sudah terisi oleh buku-buku bacaan.
Penulis juga meminta sumbangan buku dari masyarakat setempat atau toko-toko buku di sekitarnya baik secara langsung maupun melalui media sosial. Alhasil sudah terdapat ratusan buku di pojok literasi kelas X MIA 3 yang bervariasi. Mulai dari buku-buku sastra maupun buku-buku populer.
Ketiga, masalah yang dihadapi oleh penulis adalah keterbatasan waktu untuk kegiatan literasi. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk membuat program literasi melalui aksara berkaki. Dengan buku-buku yang sudah tersedia di pojok literasi peserta didik dapat meminjam buku atau membawanya pulang ke rumah. Dengan syarat buku-buku yang telah dipinjam harus dikembalikan ke pojok literasi. Jadi, membaca buku kapanpun dan di manapun. Hasil dari membaca tersebut harus dilaporkan secara tertulis setiap hari pada jam pertama dan diparaf atau ditandatangani oleh guru yang masuk pada jam pertama.
Kelima, media yang dijadikan bahan bacaan oleh peserta didik sangat terbatas pada buku atau cetakan di kertas saja. Untuk mengatasi hal ini, ke depannya penulis bermaksud untuk mengirimkan tulisan tersebut ke website sekolah atau melalui link berita sekolah.
Peserta didik dapat membaca tulisannya di website sekolah tersebut. Kemudian topik yang ditulis tersebu, dapat dijadikan lagi sebagai bahan diskusi untuk kegiatan literasi. Â Dengan demikian, website sekolah ke depannya dapat dijadikan sebagai bahan literasi. Sehingga media bacaan lebih bervariatif, update, serta kekinian.
3. HASIL DARI PENERAPAN LITERASI MELALU AKSARA BERKAKI