[caption id="" align="aligncenter" width="384" caption="Sumber: http://blognyaipank.blogspot.com"][/caption] Dari dulu saya tidak suka dengan yang namanya menunggu. Bahkan kegiatan menunggu anak saya pulang sekolah pun bisa menjadi hal yang menyebalkan. Awalnya saya dan beberapa orangtua murid lain hanya mengobrol santai: bertukar ide/resep hidangan berbuka puasa. Sampai pada saat kami membahas es campur, seorang ibu memberitahu:
"Hati-hati. Kalau bisa es campurnya jangan pake cincau!"
Wah, tentu saja ibu-ibu yang lain protes, termasuk saya. Cincau kan bermanfaat mencegah panas dalam, pastinya cocok sekali jadi sajian berbuka. Tapi ternyata akhir-akhir ini ditemukan cincau yang mengandung borax. Belum lama ini ibu tadi melihat liputannya di salah satu tv nasional: di sebuah pasar di Makassar, banyak ditemukan cincau yang mengandung borax. Tentunya hal ini sangat mengejutkan. Pasar sebagai tempat distribusi utama segala macam bahan makanan ternyata jadi sarang makanan berbahaya. Terbayang berapa banyak yang membeli cincau ini untuk dijual maupun dikonsumsi sendiri. Dan berapa banyak orang yang berpotensi terkena efek borax seperti gangguan sistem pencernaan, gangguan pernafasan gangguan sistem saraf pusat ringan, anemia, kerontokan pada rambut, muntah darah serta sakit kepala yang hebat. Tentunya kami semua jadi takut dan mulai berusaha menenangkan diri. Mungkin itu cuma di Makassar kali? Ya gak tahu juga. Kondisi di Makassar memang berbeda dengan di Jakarta, mungkin saja pengawasan pemerintah Makassar tidak ketat sehingga pasarnya bisa kecolongan cincau borax seperti itu. Sebab ada ibu lain yang menambahkan, suaminya sering melihat walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, belanja bersama istri di mall-mall Jakarta. Ya sebagai walikota harusnya lebih banyak menghabiskan waktu di kotanya dong. Apalagi selama bulan Ramadhan ini banyak yang perlu diperhatikan: persediaan bahan makanan, bahan bakar, keamanan & ketertiban jalan, dan lain-lain. Saya tidak mau berasumsi yang tidak-tidak sih. Mungkin saja pak walikota itu memang sedang ada tugas ke Jakarta. Mungkin saja kan? Tapi bagaimana pun juga menurut saya Makassar seperti kurang diurus. Beberapa hari ini sering saya lihat berita di TV: warga di Makassar malah tawuran selepas subuh. Duh padahal ini bulan puasa. Mungkin memang ada baiknya pak Ilham Arief Sirajuddin tidak bepergian dulu sampai situasinya mulai terkendali. Baru saja saya berdoa minta ketenangan hati, eh anak-anak kami berhamburan keluar kelas lengkap dengan tas mungil mereka. Alhamdulillah, obrolan ini langsung berakhir dan saya terbebas dari pikiran yang tidak-tidak. Kami semua segera sibuk dengan anak masing-masing dan satu persatu mulai berpamitan untuk pulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H