Mohon tunggu...
Melati IndahSari
Melati IndahSari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi FKIP PPKn Universitas Pamulang

Mahasiswi FKIP PPKn Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengamati Perkembangan RUU TPKS yang Disahkan menjadi Undang-undang

25 April 2022   15:07 Diperbarui: 25 April 2022   15:23 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kekerasan seksual merupakan setiap tindakan dalam bentuk kata-kata atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengendalikan atau memanipulasi orang lain dan membuatnya terlibat dalam aktivitas seksual yang tidak diinginkan. 

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, kekerasan seksual didefinisikan sebagai setiap perilaku yang dilakukan dengan menargetkan seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa persetujuan, dengan unsur paksaan atau ancaman, termasuk perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, dan prostitusi paksa.

Komnas Perempuan membagi bentuk-bentuk kekerasan seksual menjadi 15 macam, antara lain tindakan seksual dan tindakan untuk mendapatkan pemaksaan seksual, pelecehan seksual baik fisik maupun verbal, eksploitasi seksual, kawin paksa, kehamilan paksa dan aborsi, kontrasepsi paksa, penyiksaan seksual, dan kontrol seksual yang diskriminatif terhadap wanita. Kekerasan seksual dapat disebabkan karena Kurangnya moral pelaku yang tidak baik, serta dapat dikatakan pelaku mempunyai hati nurani yang sudah mati dan tidak berfungsi. ( Sumber : nasional.tempo.co )

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak kasus kekerasan seksual di Indonesia dan perlu perhatian lebih dari pemerintah. Perempuan dan anak merupakan mayoritas korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku. Parahnya lagi, banyak tindakan kekerasan seksual terjadi di lingkungan pendidikan seperti sekolah dan universitas.

Hendarman menyampaikan, dilihat dari survei Kemdikbudristek di tahun 2020, Tindak Kekerasan Seksual terjadi di segala tingkat pendidikan, 27% dari laporan terjadi di lingkungan perguruan tinggi.

"Di tahun 2015 ada 77% dosen menyatakan kekerasan seksual terjadi di kampus dan 63% sebagian dari korban tidak mengadukan kasus kekerasan seksual ke pihak perguruan tinggi" katanya acara Nonton Bersama dan Webinar. ( Sumber : kemdikbud.go.id )

Untuk hal itu, Negara berkewajiban melindungi warga negara dari kekerasan seksual dilingkungan dan ranah apa pun termasuk lingkungan pendidikan. Maka Pada 12 April 2002, melalui DPR-RI pemerintah telah Mengesahkan Undang-Undang Kekerasan Seksual RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi UU dengan tujuan untuk memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Negara Indonesia ini.

Dengan salah satu poin pentingnya yaitu, Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjangkau penanganan kekerasan seksual dalam undang-undang lain. Karena sebelumnya penanganan kasus kekerasan seksual diatur atau tersebar dalam sejumlah Undang-Undang, kini semua pengaturan terkait kasus tindak pidana kekerasan seksual yang tersebar dalam sejumlah undang-undang tersebut juga diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Wamenkumham ( Wakil Menteri Hukum dan HAM ) Edward Omar Sharif Hiariej Menyatakan, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual menyetujui jenis tindak pidana kekerasan seksual yang terdapat di UU lain agar dalam pelaksanaan hukum acara bisa menggunakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

"Jadi kami juga Menarik berbagai kejahatan seksual di luar UU ini untuk menggunakan hukum acara dalam UU ini. Mengapa harus demikian? Tidak lain dan tidak bukan untuk mempermudah pembuktian. Contohnya pemerkosaan dan aborsi yang sudah diatur dalam rancangan KUHP, yang akan disahkan selambat-lambatnya pada Juni 2022," ujar Eddy di Kompleks Parlemen, Senayan pada Selasa, 12 April 2022. ( Dikutip dari nasional.tempo.com )

Saat DPR mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual RUU TPKS menjadi undang-undang, Perasaan gembira memenuhi berbagai media sosial. Terlebih dari para kaum perempuan yang memang sudah menanti RUU TPKS untuk disahkan menjadi UU dengan waktu yang cukup lama yaitu 10 tahun. Sebelum adanya UU TPKS, masalah seksual ini kerap diabaikan jika terdapat pengaduan. Euforia ini memang harus dilakukan, mengingat hal tersebut juga merupakan kepedulian terhadap korban, tetapi yang terpenting adalah tindak lanjutnya untuk kedepannya bagaimana. Apakah kedepannya akan berkembang atau berdiam disitu saja? Mari kita lihat kedepannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun