Tidak hanya itu, pada awal tahun 2022 juga terjadi kebocoran data pada Kemenkes terhadap pasien Covid-19. Kasus Bjorka dan juga kasus-kasus kebocoran data yang pernah terjadi sebelumnya dapat menciptakan reputasi buruk bagi pemerintahan Indonesia bahwa data pribadi milik masyarakat tidak dilindungi dengan baik.Â
Pemerintah mengklaim telah melakukan penulusuran dan pencarian secara terus menerus terhadap krisis yang disebabkan oleh hacker Bjorka ini. Namun, hingga saat ini masih belum jelas apa saja rincian penelusuran yang dilakukan oleh pemerintah terhadap kasus ini.
Dari sisi Public Relations (PR) Pemerintahan, yang dapat dilakukan dalam menangani kasus ini adalah pastinya dengan membuat pernyataan resmi atau pers dalam waktu yang cepat begitu isu mengenai kasus Bjorka ini tersebar.Â
Dalam membuat pernyataannya, pertama-tama seorang PR pemerintahan harus menyampaikan permintaan maaf kepada publik dan seluruh masyarakat Indonesia dan mengakui atas kelalaian atau lemahnya sistem keamanan siber yang terdapat saat ini dan akan menanggulangi masalah tersebut bersamaan dengan transparansi kepada masyarakat namun juga tidak membeberkan informasi rahasia pemerintah.Â
Pakar Teknologi dan Informatika (TI) serta Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi menyampaikan bahwa kunci keamanan adalah kolaborasi dari pemerintah, penyelenggara sistem informasi, akademikus, masyarakat, hingga media massa.Â
Maka dari itu, langkah selanjutnya yang harus dilakukan seorang PR adalah dengan melakukan kerjasama antara pihak-pihak yang bersangkutan seperti Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), Polri sebagai penegak hukum, dan juga pastinya menghimbau masyarakat untuk tetap menjaga data pribadi nya sendiri agar tidak sembarangan dalam menyebarkannya.
Selain itu, adapun Crisis Plan yang dapat dilakukan oleh seorang PR dalam menanggulangi masalah serupa adalah yang pertama dengan mengindentifikasi permasalahan tersebut. Latar belakang dan apa saja kemungkinan yang menyebabkan masalah tersebut dapat terjadi, serta siapa saja yang terkena dampak.Â
Setelah itu, PR dapat menganalisis apa saja yang dapat terdampak dari masalah ini atau resiko yang dapat ditimbulkan dari aksi-aksi tertentu. Hal ini dilakukan untuk dapat menentukan langkah mana yang dapat diambil dengan tetap meminimalisir kerugian.Â
Setelah mencatat apa saja potensi resiko yang dapat ditimbulkan, barulah PR harus melakukan koordinasi dengan seluruh stakeholders dan juga media-media untuk melakukan transparansi dengan menyampaikan informasi kepada khalayak mengenai permasalahan yang terjadi serta strategi apa yang akan dilakukan oleh perusahaannya. Setelah itu, seorang PR juga haru merencanakan strategi setelah respon dari masyarakat berdatangan.
Teori komunikasi yang dapat diterapkan pada kasus ini adalah Situational Crisis Communication Theory (SCCT), dimana untuk menghindari dampak dari krisis, maka komunikasi krisis harus dilakukan secara cepat, luas, dan benar.Â
Coombs memaparkan definisi dari komunikasi krisis sebagai sekumpulan, proses, atau pengumpulan informasi yang dilakukan untuk mengatasi situasi krisis (Coombs W. T., 2010).Â