Mohon tunggu...
Melathi Putri Cantika
Melathi Putri Cantika Mohon Tunggu... Freelancer - keterangan profil

Passionate Word Crafter

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bencana

16 Maret 2022   20:06 Diperbarui: 16 Maret 2022   22:38 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini aku berangkat untuk mereka. Tidak ada korban meninggal tapi korban ditinggal sepertinya lebih banyak. 

Para petugas kepayahan menangani diri mereka sendiri menghadapi nestapa yang belum juga mencium kesudahan. 

Maka yang lain hanya diam membenarkan letak selimut para korban. Lainnya sibuk meringkuk di depan periuk karena dingin tapi harus memastikan nasi masak. Korban juga lapar, kata mereka.

Beberapa korban kehilangan tangan. Entah ditimpa apa, mereka tidak mau mengingat. Kami tidak mempermasalahkan, yang buruk memang akan ditelan paksa.

Kemudian matahari menyembul lagi. Menimpakan sinar kepada karung-karung beras yang melongo menunggu beras-beras baru. Kami kehabisan makanan. Mana pasokannya?

Beruntun dan banyak sepertinya sudah sepakat. Tiba-tiba daftar korban meninggal memanjang hingga ke tanah. 

Kami kehabisan pena, jangan ada lagi yang lain untuk dicatat. 

Jika duka bisa mengucap sumpah untuk menikahi kesedihan, pasti di tempat ini sudah ada banyak anak duka-kesedihan yang tidak jelas jenis kelaminnya. 

Kami sungguh penat. Kami ingin pulang dan memeluk anak-anak kami yang katanya sudah dipelihara negara. 

Namun itu hanya kata pasal 34 undang-undang. Mereka sendiri yang mengesankan jika janji tidak perlu bertemu nyata untuk diundang-undangkan. 

Besok seharusnya hari terakhir. Namun tidak ada tanda-tanda sudah. Sepertinya duka dan kesedihan sudah menikah. 

Namun puluhan karung beras tiba-tiba datang. Menyambangi kami dengan wajah-wajah orang bersanggul mengacungkan jempol pada tiap senti karungnya. Kami mengambil beras kemudian mengencingi karungnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun