Mohon tunggu...
Melathi Putri Cantika
Melathi Putri Cantika Mohon Tunggu... Freelancer - keterangan profil

Passionate Word Crafter

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yang Terlupa dari Pandemi

9 Juli 2020   09:53 Diperbarui: 9 Juli 2020   11:13 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekarang dengan adanya pandemi, mereka mengalami kerentanan ganda. Selain karena hambatan yang ada pada diri mereka sendiri tetapi juga hambatan yang berasal dari luar. Salah satu kelompok marjinal yang paling dekat dengan kita adalah lansia. 

Kekurangan akses terhadap teknologi dan informasi yang berkaitan dengan penanganan pandemi, keadaan ekonomi yang kerap memaksa mereka melupakan usia mereka untuk bekerja dan juga kecenderungan para lansia untuk memiliki penyakit penyerta merupakan tiga perpaduan yang sempurna dalam menggambarkan kelompok marjinal. 

Kerentanan yang timbul dengan adanya pandemi ini adalah kesulitan untuk mengakses fasilitas kesehatan karena adanya Pembatasan Sosial. Belum lagi kurangnya informasi yang mereka dapatkan karena ketidakakraban dengan teknologi moderen. Bayangkan apabila mereka terinfeksi virus ini sedangkan mereka memiliki penyakit penyerta. Tentu ini akan memperparah kondisi mereka.

Kelompok marjinal yang lain adalah kelompok minoritas gender. Para transpuan atau waria kerap kali tidak mendapatkan pengakuan sebagai warga suatu komunitas terkait dengan penampilan fisik ataupun orientasi seksualnya. 

Selain itu, kelompok ini juga kerap luput dari pemberian bantuan pemerintah karena tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ditambah lagi dengan adanya pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi ruang gerak mereka dalam mengais rupiah.

Sayangnya tidak sampai di situ, kalangan masyarakat dengan keterbatasan fisik juga masuk dalam kelompok yang memiliki kerentanan ganda selama terjadinya pandemi. Data Survei Penduduk Antar Sensus pada tahun 2015 menunjukkan bahwa 8.6% penduduk Indonesia merupakan penyandang difabilitas.   

Status sebagai seorang difabel tentu membawa konsekuensi khusus yang tidak didapatkan oleh individu pada umumnya. Secara fisik, mereka kesulitan mengakses fasilitas-fasilitas umum, sulit mendapat pekerjaan serta membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tentu tidak mengherankan bila pandemi ini makin "meminggirkan" mereka dari pemenuhan kebutuhan mereka sehari-hari.

Dengan adanya pandemi ini dimungkinkan dunia mengalami New Normal. Masker yang hanya akrab ada negara Asia akan lebih membudaya. Mencuci tangan akan dilakukan lebih sering. Pemahaman yang lebih baik akan sanitasi. Momen ini juga dapat dipahami sebagai sebuah kesempatan untuk membentuk kesadaran dan penanganan yang lebih baik terhadap kaum marjinal. 

Jika dari aspek kesehatan dapat dibentuk pola baru yang lebih baik, maka bukan tidak mungkin ada aspek lain seperti inklusivitas yang diharapkan juga akan membaik. Tentu dengan menggarisbawahi keseriusan pemerintah maupun warga pada umumnya dalam "menengahkan" kembali kaum yang terpinggirkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun