Mohon tunggu...
Melati Larasati Susi
Melati Larasati Susi Mohon Tunggu... -

Ini aku akan mengguncang dunia

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Isu Pembalut Berklorin: Girls, Yuk Lebih Cerdas!

1 Agustus 2015   18:57 Diperbarui: 12 Agustus 2015   06:40 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HPV dapat dicegah dengan:

– Menghindari aktivitas seksual bebas: infeksi HPV serviks adalah penyebab paling umum dari kanker serviks. Menghindari aktivitas seksual yang bebab akan mengurangi risiko infeksi HPV.

– Menggunakan proteksi penghalang atau gel spermisida: Beberapa metode yang digunakan untuk mencegah penyakit menular seksual (PMS) mengurangi risiko infeksi HPV. Penggunaan metode pengendalian kelahiran penghalang (seperti kondom atau gel yang membunuh sperma) membantu melindungi terhadap infeksi HPV.

- Mendapatkan Vaksin HPV: Vaksin HPV telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA). Vaksin HPV telah terbukti untuk mencegah infeksi dengan dua jenis HPV yang menyebabkan kanker yang paling serviks. Vaksin ini melindungi terhadap infeksi dengan jenis HPV selama 6 sampai 8 tahun. Hal ini tidak diketahui apakah perlindungan berlangsung lebih lama. Vaksin ini tidak melindungi perempuan yang sudah terinfeksi dengan HPV.

2.Merokok

Merokok dan menghirup asap rokok meningkatkan risiko kanker serviks. Di antara perempuan terinfeksi HPV, displasia dan kanker invasif terjadi 2 sampai 3 kali lebih sering pada perokok. Asap rokok menyebabkan kenaikan lebih kecil dalam risiko.

Cara-cara lain yang dapat mencegah terjadinya kanker serviks antara lain adalah menjalani gaya hidup yang sehat dengan menghindari makanan-makanan yang tidak sehat dan berlemak. Tidak kalah penting, wanita dengan umur diatas 35 tahun dianjurkan untuk melakukan skrining terhadap kemungkinan kanker serviks (contohnya dengan pemeriksaaan Paps Smear) serta melakukan pengobatan segera jika ditemukan kanker. Hal ini penting, karena seperti yang dikemukakan oleh Prof. DR. Ir. Andrijono, Sp.OG, Ketua Kehormatan Panitia Penyelenggara Pertemuan Asia Ocearia Research Organization in Genital Infection and Neoplasia (AOGIN) di Kuta Bali pada hari Kamis tanggal 17 Maret 2011, bahwa lebih dari 70% kasus kanker serviks ditemukan pada stadium lanjut yaitu diatas stadium II B (Suryana, 2011).

Berdasarkan Sistem FIGO (Federasi Internasional Ahli Kandungan dan Dokter Kandungan), berikut merupakan stadium-stadium pada kanker serviks (Dolinsky, 2011):

  • Stadium IA : mikroskopik kanker cervix terbatas.
  • Stadium IB : kanker terlihat dengan mata telanjang terbatas pada leher rahim.
  • Stadium II :  kanker rahim menyerang di luar rahim tetapi tidak ke dinding panggul atau lebih rendah 1 / 3 dari vagina.
  • Stadium III : kanker serviks menyerang ke dinding panggul dan / atau lebih rendah 1 / 3 dari vagina dan / atau menyebabkan ginjal tidak berfungsi.
  • Stadium IVA : kanker leher rahim yang menyerang kandung kemih atau rektum, atau melampaui panggul.
  • Stadium IVB : metastasis jauh (menyebar ke area lain dari tubuh seperti paru-paru.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa jenis pembalut yang digunakan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap insiden kanker serviks. Hal ini sesuai dengan pernyataan dr. Rachmad Poedyo Armanto, Sp.OG, yaitu tidak ada kategori khusus dalam pemilihan pembalut wanita. Hal yang perlu diperhatikan adalah pembalut tersebut dapat efektif menyerap darah haid, dan hal tersebut terpenuhi jika pembalut sering diganti. 

Mengenai frekuensi penggantian, hal tersebut sangat individual, karena jumlah darah menstruasi setiap wanita berbeda-beda. Semakin jarang diganti tentu akan semakin beresiko terkena bakteri Selain itu, jika pembalut telah terasa ‘penuh’ tidak segera dibersihkan/diganti, dapat menjadi media pertumbuhan bakteri maupun jamur, karena pH vagina berkisar 4,5, sedangkan darah menstruasi cenderung bersifat basa. Lagipula, antibakteri di pembalut hanya bekerja pada bagian luar alat kelamin wanita dan tidak memberikan pengaruh langsung pada serviks.

Lalu kalau sudah begitu masih mau ikut saran YLKI untuk menggunakan kain sebagai pengganti pembalut? Saya rasa sebagai perempuan saya mengatakan “maaf YLKI, saya bingung konsumen mana yang kalian lindungi kalau selalu tidak teliti dalam meneliti sesuatu".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun