Pada dasarnya suluk berakar dari istilah arab "sulukun" yang berarti perjalanan keimanan manusia yang berawal dari syariat, tarekat, hakekat, dan akhirnya mencapai tingkat ma'rifat.Â
Terlepas dari aspek agama, dilihat dari aspek sastra suluk meupakan bentuk perwujudan ungkapan hati dan pikiran dari seorang penyair.Â
Segala yang ingin disampaikan penyair baik berupa pikiran, isi hati, maupun gagasan disampaikan dalam karya sastra yang dibuatnya. Dari situ akan muncul karya -- karya yang dibuat dengan nilai keindahan atau estetika yang tinggi.Â
Nilai -- nilai yang dimunculkan oleh pengarang semata mata bukan hanya ungkapan perasaan hati yang biasa, namun lebih dari itu karya karya itu berawal dari perenungan dan pengalaman batin yang dalam.Â
Pengalaman batin itu mungkin dapat berisikan tentang prinsip hidup, perenungan perjalanan hidup, atau mungkin perenungan tentang kehidupan manusia secara umum.Â
Dari perenungan itu penyair dapat membuat karya yang dapat menimbulkan interaksi batin secra tidak langsung antara penyair dan pembaca. Dengan kata lain karya sastra dapat menjadi sarana komunikasi secara tak langsung antara penyair dan pembaca.
Suluk merupakan perpaduan antara sastra jawa dan islam, ajaran yang termuat dalam suluk diambil dari ajaran -- ajaran agama islam yang berisi ajaran -- ajaran ketuhanan dan kehidupan manusia.
Oleh karena itu dalam mempelajari suluk juga harus memehami bahasa arab. Sedangkan dalam penyajiannya suluk memperlihatkan sisi jawanya karena penyajian suluk disajikan dalam tembang -- tembang macapat yang terdiri dari 11 tembang walaupun dalam setiap suluk tidak semua tembang digunakan.Â
Tembang macapat dipilih karena macapat paling cocok dipadukan dengan suluk yang berisi tuturan atau petuah -- petuah.Â
Masalahnya disini adalah perpaduan dari dua budaya itu yang masih menyulitkan pembaca awam untuk mempelajarinya, sehingga masih menimbulkan keengganan untuk mempelajari suluk lebih dalam.
Suluk pada intinya adalah suatu bentuk perjalanan bati seseorang untuk mencapai kesadaran illahiah dengan membersihkan diri dari sifat dan perbuatan buruk dan menggantinya menjadi sifat yang baik dan mengisinya dengan amalan yang baik pula.
Banyak karya sastra suluk yang terkenal diantaranya suluk ling lung, suluk wujil, suluk bonang, darma gandul, gantoloco, dan lain -- lain.Â
Di sini akan disinngung tentang suluk ling lung yang secara garis besar berisikan tentang sebuah perjalanan sunan kalijaga yang mencari intisari dari makna kehidupan yang hakiki, yang di dalamnya terdapat banyak petuah -- petuah tentang kehidupan.
"Sunan Benang ngandika ris, yen sira amrih wekasan, matenana ing ragane, sinauwa pejah sira, mumpung ta meksih gesang, anyepiya mring wanagung, aja nganti kamanungsan."
Diatas adalah cuplikan dari salah satu pada dalam suluk Ling Lung pada pupuh Asmarandana yang kurang lebih isinya adalah sebuah wejangan dari sunan Bonang kepada sunan kalijaga bahwa untuk memehami sifat kita harus mengesampingkan lahiriah kita.Â
Belajarlah tentang kematian, mumpung sekarang masih hidup, untuk itu kita harus mau menyendiri, menyepi jauh dari hiruk pikuk untuk memahami diri lebih mendalam. Selain itu juga ada ajaran -- ajaran yang lain tentang makna kehidupan, seperti berikut :
Aja lunga yen tan wruh kang pinaranan, lan aja mangan ugi, yen tan wruh rasanya, rasane kang pinangan, aja nganggo-anggo ugi, yen durung wruha arane busana di.
Miwah ireng abang kuning putih, iya iku panguripaning bawana, jagad cilik jagad gedhe, pan padha isenipun, tinimbang keneng sira iki, yen ilang warna ingkang, jagad kabeh suwung, sesukere datan ana, kinumpulken marang rupa kang sawiji, tan kakung tan wanodya.
Dua pada tembang yang diambil dari suluk Ling Lung itu berisi ajaran atau nasehat tentang kehidupan yang intinya janganlah sekali -- kali kita bertindak jikalau kita tidak mengetahui apa yang kita tindakkan dan kita tak mengetahui tujuan kita melakukan tindakan itu.Â
Ini mengajarkan kita untuk selalu mawas diri dan tidak bertindak gegabah, kita haruslah memikirkan dulu segala sesuatunya sebelum kita bertindak.Â
Dan juga dalam satu pada yang lain juga tersirat ajaran bahwa kehidupan di dunia ini penuh warna yang membentuk dinamika kehidupan di dunia ini. Kehidupan itu dalam dunia jawa diistilahkan dengan jagad cilik dan jagad gedhe.Â
Jagad cilik adalah diri pribadi kita sendiri sebagai pribadi dengan segala sesuatu yang ada pada diri kita, sedangkan jagad gedhe adalah alam semesta dan seisinya.Â
Dua dunia itu sama -- sama mempunyai warna warni kehidupan. Dan jika tak ada warna -- warni dalam kehidupan ini sama artinya dunia ini kosong tak ada isinya, semua akan tampak sama menjadi satu, tak akan ada perbedaan, tak akan ada pria dan wanita di dunia ini karena semua sama. Hal ini akan membuat kehidupan terasa kaku.
Puncak dari suluk Ling Lung adalah sunan kalijaga menemukan makna sejati dari kehidupan ini dengan memperoleh sebuah kejelasan dari Tuhan yang dinamakan dengan hidayah.Â
Jika seseorang telah mampu memahami kehidupan dan diri pribadinya sendiri. Maka akan lebih mudah bagi dirinya untuk memahami akjaran ketuhanan.
Demikianlah diatas sebuah uraian singkat dari sebagian isi suluk Ling Lung yang berisi ajaran tentang jati diri, kehidupan, dan ketuhanan. Ada juga suluk sejenis yang juga berisi ajaran tentang ketuhanan, seperti Suluk Wujil dan Suluk Malang Sumirang.
Akhirnya sebuah karya sastra yang disini berupa suluk dapat menjadi sarana bagi siapapun untuk memahami kehidupan, jati diri, dan ketuhanan lebih mendalam dan dapat menjadi sarana instropeksi diri disamping fungsi lain sebuah karya sastra yang dipandang dari segi estetika atau keindahan isi yang terkandung di dalamnya.Â
Untuk dapat memahami isi moral maupun estetika dari sebuah karya sastra ( suluk ) lebih dahulu kita haruslah mengetahui, mengerti, dan memahami asal usul, dan segala sesuatu tentang karya sastra ( suluk ) itu secara keseluruhan.
******* matur nuwun *******
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H