Mohon tunggu...
Melani Harriman
Melani Harriman Mohon Tunggu... Pengajar -

1. Seorang pelajar S3, senang berbagi pengetahuan soal mengelola perusahaan demi kemakmuran organisasi dan stakeholder. Juga senang berbagi soal hidup sehat bahagia dan sejahtera. 2. Seorang guru yoga, bersertifikasi dari lembaga internasional Sivananda Institute

Selanjutnya

Tutup

Money

Menggodok Perangkat Rasio Baru Keuangan Demi Menakar Nilai Perusahaan

14 Oktober 2015   15:32 Diperbarui: 14 Oktober 2015   15:32 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sepuluh tahun lebih menjadi juri kinerja keuangan di berbagai award, saya tergelitik untuk meriset rasio-rasio baru yang dapat membantu mengindikasikan kemampuan perusahaan menumbuhkan nilainya. Tahu soal tumbuhnya nilai berarti tahu soal suksesnya bersaing di pasar. Nilai ditentukan oleh seberapa pembeli di pasar mau membayar untuk apa yang dijual sebuah organisasi. Apakah itu berupa mie, ban, sambungan internet, perantara penjualan atau saham yang ditawarkan selalu ada penjual dan pembeli. Pasar adalah pemberi nilai obyektif, bila melibatkan banyak orang tanpa paksaan.

Soal nilai sebuah barang atau jasa jadi bisa diringkas sebagai berapa uang yang bisa diterima pemilik bila dijual di pasar. Bagi perusahaan publik, sahamnya yang merujuk nilainya terpampang di bursa. Kinerja perusahaan biasanya dicatat dalam laporan laba rugi. Aset dan modal yang dipakai mencapai laba dilaporkan dalam laporan neraca. 

Sayangnya, laporan laba rugi sering mencatat pengeluaran yang masa manfaatnya lebih dari setahun sebagai biaya yang habis dikonsumsi setahun. Padahal biaya iklan tentu dimaksudkan untuk membangun reputasi yang tidak hangus saat itu juga. Biaya pelatihan karyawan tidak diharapkan untuk habis manfaatnya saat itu, bahkan diharapkan menghasilkan sinergi dalam bentuk kerja kelompok dari individu-individu yang dilatih. Beban CSR tidak hangus dalam waktu setahun manfaatnya, karena masyarakat akan mengenal perusahaan sebagai organisasi yang peduli kepada masyarakat.

Rasio dalam ukuran nilai uang merupakan hasil dari usaha manajemen dan pasarlah yang menilainya. Rasio sebuah perusahaan dapat dibandingkan dengan rasio perusahaan sejenis yang profil risikonya sama. Bila rasio konvensional seperti imbal hasil tidak menyertakan ukuran pasar modal, rasio baru harus memasukkan apa yang diminta pasar modal. Menggunakan Economic Value Added atau laba ekonomis ke dalam rasio menjawab permintaan pasar modal, karena laba ekonomis mengurangi laba dengan  biaya atau beban modal sesuai permintaan pasar.

Nah, sekarang sebagai investor dan manajemen apakah yang perlu diukur? Tentu potensi tumbuhnya nilai perusahaan. Laiknya semua harta, nilainya ditentukan oleh arus kas yang akan dihasilkan harta itu. Karena kas dari perusahaan dihasilkan selang beberapa tahun, perlu faktor pembagi untuk mengetahui nilai sekarang. Faktor pembagi ini adakah biaya modal tang diminta oleh pasar modal sesuai tingkat risiko usaha. Biasanya dihitung dengan Capital Asset Pricing Model (CAPM). CAPM mengukur imbal hasil sesuai risiko pasar. Dalam hal ini beban modal adalah untuk modal yang berupa modal sendiri plus pinjaman bagi perusahaan non keuangan. Bagi perusahaan keuangan modal adalah modal sendiri, karena pinjaman ibarat hutang dagang yang pada perusahaan non keuangan adalah hasil operasi sehari- hari dan biaya bunga adalah harga pokok pendapatan.

Pada dasarnya perusahaan berusaha  menghasilkan pendapatan dan mengeluarkan biaya-biaya dan melakukan investasi untuk menghasilkan pendapatan itu. Semua dilakukan dalam jejaring pasar usahanya. Pasar yang dihadapinya adalah pasar input berupa bahan baku dan tenaga kerja serta supply chain dalam menghasilkan pendapatan. Biaya dan investasi yang efektif akan menghasilkan kenaikan nilai perusahaan. Meski demikian, tidak semua pendapatan menghasilkan tambahan nilai perusahaan. Bila yang mampu disasar adalah pembeli yang hanya memberi laba tipis tentu nilai perusahaan tidak bertambah sebanyak bila menjual ke kelas premium.

Sehubungan dengan itu, rasio-rasio baru yang saya usulkan ada 3. Pertama adalah seperti yang dipasarkan lembaga konsultasi yang dipimpin G. Bennett Stewart III, EVA Momentum atau Momentum Laba Ekonomis yang berupa selisih laba ekonomis tahun depan dibagi pendapatan tahun ini. Kedua adalah Efektivitas Investasi, yakni selisih laba ekonomis atau  EVA tahun depan dibagi investasi berupa aset tetap tahun ini. Rasio ketiga berupa selisih laba ekonomis atau EVA tahun depan dibagi oleh pendapatan operasional tahun ini. Alasan untuk rasio ketiga adalah untuk mengukur seberapa efektif biaya yang dikeluarkan menghasilkan pertambahan laba ekonomis yang merupakan penanda naiknya nilai perusahaan. Rasio ketiga saya sebut Efektivitas Tak Berwujud.

Pertambahan laba ekonomis diharapkan oleh investor. Laba ekonomis yang telah terwujud bila dikapitalisasi dengan beban modal sesuai risiko kemudian ditambahkan ke modal yang dipakai perusahaan menghasilkan nilai sekarang perusahaan itu. Harga saham di bursa seringkali lebih dari hasil modal ditambah laba ekonomis yang dikapitalisasi itu. Selisih tersebut merupakan nilai tumbuh yang diharapkan pasar.

Formula Laba Ekonomis yang merupakan komponen pokok rasio-rasio di atas dapat disarikan sebagai berikut.

Laba Ekonomis=EVA=Laba Usaha-Beban Modal

di mana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun