Memahami Taksonomi
Ribuan tahun lalu, nenek moyang kita belum mengenal istilah taksonomi. Namun praktik taksonomi telah berlangsung sepanjang peradaban manusia. Kemampuan mereka dalam mengenali, mengamati dan memeriksa telah membantu dalam menyokong kehidupannya.
Pahatan pada batu atau dinding gua yang ditemukan, menjadi bukti bahwa mereka telah berupaya mempertelakan tumbuhan atau hewan yang mereka temui di sekelilingnya.
Dokumentasi awal tersebut tentunya sangat bermanfaat hingga kini sebagai pengetahuan dan kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun.
Sebagai salah satu cabang ilmu biologi, taksonomi memiliki nilai strategis dalam mengatur dan memanfaatkan sumber daya alam.
Pendekatan dalam taksonomi telah membantu pemahaman akan kekayaan hayati. Hal ini menjadi dasar bagi perencanaan dan pengelolaan hayati dan ekosistemnya.
Sayangnya, ilmu taksonomi kurang diminati. Stigma akan menghapal nama latin sudah melekat kuat dalam benak siswa sejak awal belajar mengenal hewan atau tumbuhan.
Selain itu, ilmu yang di anggap hanya penghafalan nama makhluk hidup ini, di anggap tidak memberikan keuntungan secara ekonomi.
Tak heran bila para taksonom juga sangat langka. Di Indonesia, bisa dihitung dengan jari ilmuwan yang mempelajari taksa tertentu. Ahli yang terbatas tentunya menjadi hambatan dalam mengakselerasi pengembangan risetnya.
Dr. Bayu Adjie, M.Sc (peneliti tumbuhan paku-pakuan) dan Dr. Amir Hamidy (peneliti herpetofauna) berkesempatan berbagi pengalamannya bersama media dalam kegiatan MELODI (Media Lounge Discussion).
Bincang santai bersama peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi-BRIN digelar pada Rabu, 28 Februari 2024. Tema yang diangkat bertajuk "Mengungkap Temuan 49 Taksa Baru : Identifikasi Hingga Manfaatnya".