Pemenuhan kebutuhan manusia, terutama pangan menuntut upaya mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan agar sumber daya alam tetap lestari.Â
Kualitas lingkungan yang sehat, menjadi investasi jangka panjang dalam menjamin keberlanjutan kehidupan. Menjamin produksi dengan hasil yang baik, memberi banyak keuntungan dan tidak menimbulkan masalah bagi lingkungan.
Nilai-nilai moral dalam pertanian berkelanjutan, menuntut keterlibatan semua pihak demi menjaga keberlangsungan pembangunan pertanian yang ramah lingkungan.Â
Kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, pastinya akan bermuara pada peningkatan produksi pertanian dan kesejahteraan masyarakat.
Memahami Respons Tanaman Guna Siasati Fluktuasi IklimÂ
Wilayah tropis yang selalu bermandikan cahaya matahari, tentunya sangat berguna bagi tanaman untuk fotosintesis.Â
Namun, untuk pertumbuhan optimal, determinasi iklim sangat diperlukan bagi tanaman-tanaman tertentu. Dan untuk optimalisasi produksi, sangat penting memahami karakter tanaman yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan tumbuhnya.
Pesatnya perkembangan penduduk, menuntut peningkatan pangan. Sementara kuantitas dan kualitas produksinya semakin terbatas. Alih fungsi lahan dan kesuburan tanah yang terus menurun, tambah diperparah perubahan iklim yang semakin ekstrim.
Saat ini, persoalan iklim dan siklus musim menjadi "kendala" bagi petani. Berbagai riset telah mengungkap bila fluktuasi iklim, telah berpengaruh terhadap produksi hasil pertanian.Â
Respons tanaman pun memberikan reaksi yang berbeda-beda yang dipengaruhi faktor lingkungannya, terutama terhadap cekaman kekeringan.
Adanya cekaman atau stres pada tanaman, menimbulkan perubahan baik secara fisik atau kimia. Berbagai upaya adaptasi telah dilakukan, seperti penggunaan tanaman yang toleran terhadap kondisi cekaman dan irigasi hemat air.
Saat ini keterlibatan mikroorganisme telah menjadi perhatian. Berbagai hasil riset yang mulai terkuak, memberikan peluang dan harapan untuk terus menemukan strategi terbaik.
Optimalisasi Bakteri Simbion
Secara terminologi sederhana, bakteri simbion diartikan sebagai bakteri yang hidup bersama-sama dengan tanaman inang. Saat ini, senyawa bioaktif yang dihasilkannya, telah memberikan banyak manfaat antara lain bidang pertanian untuk memaksimalkan produktivitasnya.
Dukungan teknologi budidaya yang adaptif pada kondisi cekaman kekeringan harus terus diupayakan. Demi mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah. Sehingga budidaya tanaman pada lahan kering dapat dilakukan secara produktif dan berkelanjutan.
Bertajuk "The Role of Symbiont Bacteria in Assisting The Adaption of Host Plants to Drought Stress" , pada webinar series episode 20, Kelompok Riset Interaksi Mikroba tanaman, Pusat Riset Mikrobiologi Terapan-BRIN berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam optimalisasi lahan kering dengan memanfaatkan mikroba simbion, pada Rabu (26/7).
Dalam sambutannya, Kepala Pusat Riset Mikrobiologi Terapan, Dr. Ahmad Fathoni, M.Eng menegaskan bila tantangan global akibat perubahan iklim yang terus berlangsung, mendorong peneliti untuk terus mencari solusi.Â
Kondisi tanah banyak tercemar akibat penggunaan bahan kimia sintetik, seperti pestisida dengan dosis yang kurang tepat telah berlangsung lama.Â
Degradasi lingkungan pun tak terhindarkan lagi. Sehingga tanah produktif untuk lahan pertanian pun semakin terbatas. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi suplai hasil pertanian.
"Kegiatan riset diharapkan dapat membantu petani dalam meningkatkan hasil pertanian. Â Pelibatan kampus dan mitra industri juga sangat penting, untuk berkolaborasi dalam upaya mengoptimalkan potensi mikroba untuk mengembalikan kondisi tanah," ungkap Fathoni.
Dalam paparannya, Dr. Rahayu Fitriani Wangsa Putrie, M.Si sebagai narasumber pada kegiatan tersebut, menjelaskan bila kondisi cekaman kekeringan sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman.
Mensitir Situation Report Drought in Indonesia tahun 2022, Rahayu menerangkan bila Indonesia sangat rentan terhadap cekaman kekeringan.Â
Dari luasan dataran Indonesia sekitar 188,20 juta hektar, hanya 65,24 % yang sesuai untuk area pertanian. Dan dari prosentase tersebut, 86,19 % hektar termasuk lahan kering.
Lebih lanjut, Rahayu mengungkap fenomena tanaman yang mampu tumbuh pada lahan yang ekstrim.Hal tersebut terjadi akibat adanya mekanisme yang kompleks.Â
Faktor lingkungan menjadi hal yang sangat berpengaruh terhadap daya adaptasi tanaman. Selain itu, faktor mikrobial dan respon imun tanaman juga turut berpengaruh terhadap kemampuan nya bertahan terhadap lahan marginal.
"Peran mikrobiom tanaman sangat berpengaruh terhadap toleransi tanaman terhadap kondisi lingkungan.Â
Adanya bakteri endofit yang berada dalam jaringan tanaman atau dalam bahasa biologi umum dikenal sebagai mikroba endofitik tanaman dan juga bakteri simbion di area perakaran, berpotensi menghasilkan faktor-faktor kunci toleransi kekeringan.Â
Hal ini sangat menunjang daya adaptasi tanaman inang. Selain itu, dalam bidang pertanian, keberadaan mikroba endofit dan rhizobacteria di area perakaran, nyatanya sangat bermanfaat karena mampu membantu meningkatkan "survival" tanaman dalam cekaman lingkungan.Â
Selain itu, dapat pula diformulasikan sebagai agen hayati yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui fiksasi nitogen, menghasilkan hormon dan enzim yang bermanfaat bagi tanaman". Papar Rahayu. (MKR)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H