Sebagai seorang mahasiswa/ kalangan akademisi, kita memiliki nilai khusus di mata masyarakat. Seorang mahasiswa dituntut untuk bisa menyikapi segala permasalahan dengan cara yang bijak.Â
Akhir-akhir ini dunia sempat digemparkan dengan penembakan sejumlah jamaah shalat jumat yang terjadi di masjid di New Zealand. Hal ini pun mengundang berbagai macam reaksi masyarakat di dunia.Â
Lalu apa sih yang dinamakan terorisme? Menurut Sukawirsini Djelantik, terorisme adalah kekerasan yang direncanakan bermotivasi politik ditujukan kepada target-target yang tidak bersenjata, biasanya bertujuan untuk memengaruhi khalayak.Â
Segala bentuk kekerasan yang dampaknya menimbulkan ketakutan dapat dikatakan sebagai terorisme. Kelompok terorisme berangkat dari golongan radikalis. Kelompok yang fanatik terhadap suatu agama. Tidaklah mudah untuk memberantas kelompok ini.
Lalu bagaimana peran kita sebagai mahasiswa muslim yang notabene kuliah di perguruan tinggi Islam menyikapi terorisme? Yang pertama adalah memperdalam agama. Merupakan hal yang dasar dalam hal ini. Belajar agama tak boleh sembarangan.Â
Belajar agama harus pada guru yang benar-benar memiliki sanad yang jelas. Jika hanya belajar pada internet, bisa jadi sanad atau riwayat seorang guru itu tidak jelas. Bisa jadi seorang guru itu pada waktu belajar hanya setengah-setengah lalu dengan mudahnya menganggap dirinya sebagai seorang ustadz di sosial media dan memiliki pengikut yang banyak.Â
Yang kedua adalah menumbuhkan sikap toleransi. Sebagai seorang mahasiswa, kita bisa memulai dari hal-hal kecil seperti saling menghormati dan saling menghargai. Apabila sejak dini tidak diajarkan sikap saling toleran, maka sulit untuk menerima suatu perbedaan. Sementara di Indonesia ada banyak ragam perbedaan. Ada suku, ras, budaya, hingga agama.Â
Agama, adalah sesuatu yang sensitif bila dibicarakan. Sebab agama adalah keyakinan yang telah dipilih oleh masing-masing individu. Apabila seseorang tidak memiliki sikap toleran, maka ia akan berpegang teguh pada apa yang dipegangnya.Â
Pada agama misalnya, ketika seseorang memeluk suatu agama, dan di satu sisi ia tak ingin ada agama lain selain agama yang dipegangnya, maka yang terjadi adalah ia sangat fanatik terhadap agamanya lalu menjurus pada kelompok radikalis dan ujungnya berakhir pada terorisme.Â
Kelompok yang menggunakan kekerasan. Kelompok yang menggunakan segala macam cara agar apa yang diharapkannya dapat terlaksana. Menumbuhkan sikap toleran diimbangi belajar agama yang mendalam, akan mencegah adanya sikap radikal atau kelompok terorisme.Â
Sikap ini sebenarnya sangat mudah untuk diterapkan, tetapi jika masing-masing individu masih memiliki ego yang tinggi, tidak bisa dipungkiri jika terorisme semakin merebak di mana-mana dan sulit diberantas.
Terorisme memanglah sulit untuk diberantas. Sebab terorisme memiliki struktur tersendiri. Apabila ada salah satu anggota teroris yang tewas karena hukuman mati, maka ia masih memiliki anggota lain yang siap menggantikan tugasnya.Â
Cara perekrutan anggota teroris pun kini semakin mudah hanya dengan melalui internet. Bila tidak pintar memakai internet, bisa jadi banyak kalangan yang terjerumus ke dalam kelompok terorisme ini. Menjaga anggota keluarga dari kelompok-kelompok radikal.Â
Sebisa mungkin bila ada kelompok yang mencurigakan, segera lapor ke pihak yang berwenang agar tak terjadi sesuatu yang diinginkan.
Pada intinya prinsip hablu minallah dan hablu minannas (berbuat baik kepada Allah dan berbuat bak pada sesama) itu haruslah diterapkan. Berbuat baik kepada Allah dengan cara beribadah kepada Allah dan berbuat baik pada sesama dengan cara bersikap saling toleran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H