Mohon tunggu...
Tonnly Mejuah Juah
Tonnly Mejuah Juah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

AAL IZZ WELL

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kapan Kawin?

11 April 2011   05:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:56 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada kejenuhan tersendiri yang saya rasakan bila terus-terus ditanyakan dengan pertanyaan yang sama terutama yang satu ini.

Sudahkah saya terlihat sebegitu tuanya hingga saya pantas untuk dikawinkan? Sudah keriput atau bagaimana?

Jangan-jangan mereka beranggapan bahwa saya tak sama sekali tak pernah memikirkan untuk kawin? Wah pintar benar mereka membaca pikiran saya.

Atau kiamat sudah dekatkah, sehingga mereka yang tua tua menyuruh kami yang muda muda untuk secepat kilat berumah tangga? Nyesal loh kalau belum mencoba, mungkin itu persepsi mereka.

Terutama bagi mereka yang merantau, biasanya saat seorang perantau yang masih sendiri telah kembali ke kampungnya beberapa waktu maka akan ada satu pertanyaan tentang "kawinma?" atau "Mambuat boruma hita?" (mau kawin yah? sudah bawa calon yah?) terselip diantara ratusan pertanyaan. Pertanyaan ini tentunya dilatar belakangi satu hal. Bukan masalah umur tapi karena sudah bekerja.

Bekerja bukan menjadi sebuah alasan untuk secepatnya berumah tangga, bukan?. Inilah yang sering saya perhatikan dari para orang tua tentang saya dan yang lainya. Bila seorang lelaki telah bekerja maka itu berarti telah siap secara materi untuk membangun sebuah keluarga.

Apakah kawin hanya sekedar karna sudah bekerja atau karna sudah bisa mencari nafkah? Saya rasa tidak. Kawin itu memang butuh persiapan tapi bukan hanya dari segi kemapanaan finansial. banyak persiapan yang harus dipersiapakan salah satunya adalah mental. Perkawinan itu sakral atau suci bukan hanya sekedar ijab kabul dan pemberkatan di gereja tapi bagaimana menyinkonkan dua persepsi yang berbeda menjadi satu tanpa adanya friksi. Dibutuhkan pertanggung jawaban atas ini kelak dan dibutuhkan sebuah tujuan yang jelas hendak kemana perkawinan ini kelak akan dibawa, hanya untuk mendapatkan keturunankah? Tentu tidak tapi hanya salah satunya. Kurangnya kesiapan dapat membuat yang telah berdua menjadi satu berubah menjadi yang sudah satu kembali menjadi dua.

Selain itu banyak orang tua meminta anaknya untuk cepat kawin dikarenakan "ingin cepat menimang cucu". Aihh! Hanya karena ingin mendapatkan cucu, sang anak dipaksa menderita seumur perkawinanya.

Karna sangkin bosannya dengan pertanyaan ini kadang saya menjawab dengan kalimat "kawin sih gampang, cuma masukin beberapa menit, jadi deh! tapi nikahnya ini yang susah, seumur hidup".

Ini hanyalah pendapat saya pribadi, jadi bagi para kita yang masih muda dan belum menikah kelak kita memang akan menikah tapi menikahlah atas kesadaran sendiri bukan karena desakan atau paksaan dari berbagai pihak. Pernikahan itukan kita sendiri yang menjalankan, nah berarti biarkan pula kita sendiri yang menetukan kapan hari bahagia itu akan datang. Bukan bermaksud juga agar orang tua tak interfere, boleh-boleh saja tapi keputusan tetap ada ditangan kita dan itu mutlak.

Salam sayang,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun