Saya adalah seorang mantan nara pidana. Beberapa tahun mendekam di penjarapun menjadi imbalan yang pantas saya dapatkan dari hasil perbuatan saya yang merampok rumah mantan boss saya.
Selama berada dipenjara saya menyesali benar betapa apa yang saya lakukan itu adalah salah. oleh karenanya saya sudah berniat dalam hati akan membayar semuanya setelah saya menyelesaikan ujian dipenjara.
Saat kesempatan itu datang didepan mata semuanya menjadi sirna. Tak ada yang percaya padaku bahwa bukan saya pelakunya.
Malam itu saya berjalan disebuah lorong yang sempit setelah pulang dari warung. Tiba tiba saja seorang pemuda yang tak dikenal menghampiriku dan memberikan sebuah tas kecil padaku. Bingung, tapi masih tetap memegang tas itu, saya tetap berjalan santai. Tak berselang dari itu puluhan orangpun menghampiriku dan langsung saja menjudge saya sebagai pencuri. "dasar maling amatir, nggak pernah jera" kata salah satu dari mereka seraya mendaratkan kepalan lima jari di wajahku. Hajaran demi hajaranpun saya dapatkan tanpa ampun. Pak RT menjadi penyelamatku dari hajaran itu
Singkat cerita, sayapun tak pernah mendapatkan keadilan dari para tetanggaku mereka tetap mengangggapku sebagai macan ditengah kambing yang siap menerkam kambing kapan saja. Saya tak peduli apabila mereka tak percaya pada saya perihal malam itu, tapi yang saya tak terima adalah ketika mereka seakan tak memberikanku sedikit celah untuk berubah. Tak ada kesempatan kedua untukku.
Sekali rampok tetap rampok,
Sekali maling tetap maling,
sekali pembunuh tetap pembunuh...............
memang tak adakah??
Diinspirasi dari cerita seorang teman,
Salam sayang,
berjalan kaki: menyehatkan tapi sudah ditinggalkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H