Mohon tunggu...
Tonnly Mejuah Juah
Tonnly Mejuah Juah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

AAL IZZ WELL

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anak Rantau Malu Pulang Kampung???

10 Desember 2010   02:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:51 1463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_78696" align="alignleft" width="300" caption="illustarasi saja...library.."][/caption] Tidak dipungkiri bahwa keinginan ingin merubah diri kearah yang lebih baik, ekonomi yang lebih mapan, menjajal berbagai pengalaman diluar dan juga tes keberanian serta nyali untuk hidup sendiri tanpa bantuan orang terdekat adalah beberapa alasan yang sering kita temukan dari perginya seseorang dari daerah kelahiranya ke tempat baru yang belum ia kenal dengan kata lain menjadi anak rantau. Banyak tentunya yang akan didapatkan di tempat perantauan, belajar untuk hidup mandiri, menyelesaikan problematika sendiri juga, bergaul dengan dunia dan lingkungan baru, bertahan dari kerasnya sisi negative dari sebuah kehidupan serta penyesuaian diri. Terkadang, Bukanlah hal yang aneh bila anak rantau jauh lebih bersemangat dan mau bekerja keras dari pada orang yang memang terlahir disana. Apa penyebabnya? Yah itu tadi, kalau tidak bekeja keras bagaimana mau bertahan, sementara tempat mengadu tidak ada. Situasi sebagai motivasi. Maka akibatnya banyak anak rantau yang berhasil dan mendapatkan apa yang ia impikan/dambakan dari daerahnya tapi tidak sedikit juga yang malah hidup pas-pasan, melarat dan makin tak baik saja. Bagi yang sukses bukan masalah tentunya bertahan di tempat perantauanya, nah bagi yang kurang beruntung bagaimana? Pulang kampung saja! Saya memiliki seorang teman karib yang hidup dekat dengan saya, dia sudah menjadi anak rantau sejak tahun 1994. dilihat dari progress yang ia dapatkan memang tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan teman-temanya yang lain. Yah pas-pasanlah, walaupun terkadang kurang juga. Melihat yang seperti ini, keluarganya dikampung mengingikanya untuk pulang saja bila memang tak ada keadaan yang memungkinkan untuk membaik lagi ditambah di kampung ada tanah yang luas untuk dikerjakan. begitu juga dengan kami teman-temanya, selalu berusaha mendukung dan membantu menyokongnya walupun dukungan kami juga selalu ada batasnya, kamipun setuju dengan anggapa para keluarganya, lebh baik ia pulang kampung saja. kami mengatakanya dengan sangat hati-hati takut menyinggung perasaanya. Sebetulnya ia setuju saja bila ia ingin pulang kampung dan menetap di kampungnya semula, tapi ada satu point yang menghambatnya, Malu. ia serasa malu akan orang yang ada dikampungnya. Rasa malu inilah yang sering menghambatnya. Ia takut bila banyak orang yang akan menghinaya, mencacinya di sana. "masa sudah dikota balik lagi ke kampung lagi" nah mungkin seperti itulah gambaranya. Nah hal inilah yang sering ia utarakan pada kami. Sebenarnya, malu kah bila sang anak rantau kembali ke kampung asalnya? Bagaimana menurut anda? Bukankah sudah banyak yang kita dapat lewat menjadi anak rantau, banyak pengalaman, banyak susah dan duka, tapi kita tetap bertahan ditempat yang sama sekali kita tak paham keadaanya, bukan Cuma beberapa hari tapi puluhan tahun. Salut kan!! Nah bukankah itu adalah sebuah kebanggan pribadi yang patut diingat, bertahan di tempat baru tanpa ada bantuan, kenalan dan benar benar sendiri, yang satu ditangan adalah impian untuk.....tidak selamanyakan kita akan jatuh ditempat yang empuk dan memanjakan, terkadang kita juga bisa jatuh dibebatuan walaupun sebenarnya itu bukan pinta kita. Yah sudah, jika memang tak baik disini, kita bolehkan ketempat yang lain termasuk pulang kampung, minimal kita sudah mencoba. Harga diri akan jauh lebih tinggi walaupun menderita di tempat orang lain dari pada senang-senang jika hanya di tempat sendiri, mungkin ini juga salah satu kenapa sebagian anak rantau enggan pulang kampung, walaupun keadan dirantau sudah tak memungkinkan. Salam rantau,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun