Mohon tunggu...
Tonnly Mejuah Juah
Tonnly Mejuah Juah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

AAL IZZ WELL

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menolong: Sebuah Perangkap

25 November 2010   02:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:19 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_76738" align="alignleft" width="300" caption="illustrasi google.com"][/caption] Saling berhubungan dan berbagi adalah slogan dari rumah kompasiana yang kita sama-sama banggakan ini, karena slogan itulah saya juga ingin berbagi beberapa informasi dan kejadian yang terekam dan terlihat oleh saya selama hidup ini. Mudah mudahan saja tulisan yang murahan ini memberikan anda sesuatu yang berguna kelak. Hidup memang tidak ada yang tahu, tak ada yang tahu apa yang akan terjadi besok, lusa dan seterusnya. Kita hanya bisa memberikan prediksi dan ramalan sukur-sukur bila ramalan kita sejalan dengan kenyataan, layaknya perkiraan cuaca yang diberikan BMG. Alangkah bersyukurnya kita kepada Tuhan bila disuatu waktu tertentu ketika kita sedang down dan terpuruk, kita malah dikimkan seorang saviour/penyelamat yang mengeluarkan kita dari kemelut hidup ini. Pastinya kita akan merasa seakan Tuhan benar-benar adil, baik dan memperhatikan kita. Yah terkadang membuat kita bangga akan hidup ini. Nah masalahnya bagaimana jika sebuah pertolongan dan keselamatan yang anda dapatkan itu hanyalah kepalsuan semata, sebuah perangkap yang telah disetting untuk membuat anda jauh lebih jatuhlah dari sebelumnya? Awalnya anda diagung-agungkan, disayang-sayang dan kemudian tanpa sepengetahuan dan persiapan anda langsung dijatuhkan. Ha,,ha pasti sakit sekali rasanya bukan. Apa yang anda rasakan setelah itu, sakit hati tentunya bukan, anda seakan mau membalas tapi apa daya anda tak punya daya, helpless. Tinggalah penyesalan dan kata “tak mungkin, ini hanyalah mimpi” dan bisa merenggut nyawa anda. Begitulah yang dirasakan oleh sebuah keluarga yang pernah saya tinggali. Keluarga ini adalah keluarga pelarian. Suami istri memang sama-sama sudah menikah sebelumnya dan berbeda agama tapi karena masing-masing dari suami dan istri mereka hanyalah menggunakan dan membohongi mereka, akhirnya mereka bercerai dan akhirnya terciptakan keluarga baru. Mereka menikah di usia yang cukup matang sekitar empat puluh tahunan lebih. Sang suami adalah seorang supir lintas Sumatra Jawa dan istri adalah seorang penjahit plus penjual baju. Dipernikahan mereka ini, mereka jauh dari keluarga mereka dan tak punya anak sama sekali. Setelah sekian lama bersama, ternyata ada keinginan sang suami untuk memiliki sebuah mobil sendiri, merasa finasial sudah cukup merekapun akhirnya mengkredit sebuah truck Fuso 190 PS. semuanya berjalan lancar hingga 3 bulan terakhir pengkreditan. Waktu itu sang suami mendapatkan kecelakaan yang diakibatkan oleh kelalaian supir duanya, mobilnya mundir di tanjakan dikarenakan terlambat untuk mengoper gearnya. Akhirnya brurrr!! Untungnya tak ada nyawa yang melayang, kecelakaan itu terjadi diperbatasan Pekan Baru. Uang pun harus keluar untuk membayari barang-barang (klem) yang telah rusak akibat kecelakaan itu. Nah untuk menyelesaikan masalah ini, sang suami memanggil seseorang yang ia percayai untuk menyelesaikan semua persoalan itu. Selesai. Sebulan setelah kejadian itu, semua urusanpun selesai, sang suami sangatlah berbangga hati dengan pertolongan yang diberikan si pria tadi. Ia pun bisa melihat mobilnya sendiri lagi yang mungkin beberapa bulan lagi sudah menadi miliknya full. Tapi tebak apa yang terjadi. Sang pria itu malah mengklaim bahwa mobil itu bukan lagi milik si suami itu secara utuh, karena sudah banyak kerugian yang si pria terima untuk menanggulangi kecelakaan itu. Nah dan sisa kepemilikan sang suami hanyalah beberapa persen saja, yang lebih mengerikan lagi disaat sang suami tak punya apa-apa, sang pria itu malah menukarkan mobilnya dengan sebidang tanah miliknya ukuran 10X10 disebuah daerah di kampung mereka sebagai sisa-sisa kepemilikan sang suami akan mobil itu. Perjanjian dan materaipun ditandatangani sebagai bukti bahwa semuanya sudah sah. Sebuah mobil ditukarkan dengan sebidang tanah sempit itupun tanah bermasalah? Kok si suami mau? Jangan salah ia bahkan tak sadar apa yang ia lakukan, majik dan tekanan benar-benar bekerja disini. Setelah kejadian itu, sang suamipun bagaikan mayat hidup, hidup tapi pikiranya sudah mati, hanya ada satu kata dalam benaknya “tak mungkin”. Beberapa bulan kemudian, meninggalah sang suami itu karena tak sanggup menerima kenyataan yang menyakitkan. Ia pun akhirnya meninggalkan istrinya yang berumur lima puluh tahunan lebih sendiri berikut utang-utang kepada rekan terdekat untuk DP mobil itu. Tebak siapa si pria itu? He,, dia adalah adiknya sendiri (ipar). suami dari adik kandungnya yang selama ini ia percayaai yang telah berubah menjadi monster mengerikan yang tak mengenali teman dan lawan lagi. anda mungkin tak percaya, tapi dunia sudah berubah lho! kawan bisa jadi lawan. Bukan bermaksud untuk meragukan setiap pertolongan yang diberikan setiap orang pada anda, tentunya tidak semua orang yang berpikiran sama seperti pria itu, banyak orang diluar sana yang mau menolong tanpa pamrih dan tanpa bayaran. Salam tolong menolong,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun