Mohon tunggu...
Meivita Nafitri
Meivita Nafitri Mohon Tunggu... Jurnalis - Forester UGM - Marketing Communication

Lulusan fakultas kehutanan yang kini terjun dan betah di dunia marketing komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Money

Winter is Coming, Bakar Uang Selesai Berkuasa

19 Januari 2020   19:43 Diperbarui: 19 Januari 2020   19:45 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bakar uang merupakan istilah yang sudah sering terdengar di dunia startup. Ini adalah salah satu bentuk strategi pemasaran dengan cara memberikan promosi jor-joran kepada calon customer maupun eksis customer. Promosi yang diberikan biasanya dalam bentuk voucher diskon atau potongan, bebas ongkos kirim produk hingga cashback. Belum lagi ketika ada momen seperti harbolnas atau sejenis, promo yang diberikan kepada customer akan semakin menggiurkan.

Dengan hipotesis bahwa nilai valuasi startup terus meningkat seiring naiknya jumlah pengguna, maka bakar uang masih menjadi cara favorit untuk menarik customer. Dampak bahwa bisnis terus merugi seolah mereka abaikan dengan tetap berfokus pada pertambahan pengguna. Maka yang terjadi di dalam pasar adalah perang promo, berlomba menjadi yang paling murah dan menguntungkan. Namun sampai kapan mereka bertahan?

WeWork yang gagal IPO

Pada bulan oktober 2019 publik dikejutkan dengan kabar jatuhnya saham WeWork. Sebagai salah satu startup paling bernilai dengan valuasi bisnis senilai 685 triliun, saham WeWork jatuh hingga menyentuh angka 112 triliun saja. Penyebabnya tak lain adalah WeWork yang gagal melakukan IPO (Initial Public Offering) di bursa saham. Jeleknya tata kelola perusahaan termasuk sistem bakar uang yang mereka jalankan menjadi alasan utama kegagalan ini. Setiap tahun, WeWork harus membakar uang sebesar  39 triliun untuk berekspansi dengan sangat agresif dan diskon besar yang ditawarkan pada customer agar menyewa tempat mereka.

Di negeri sendiri, kita pun mendengar bahwa Lippo Group sebagai pemilik dari OVO yang berniat melepas 2/3 sahamnya karena tidak kuat membakar uang. Setiap bulannya OVO membakar uang sebanyak 700 miliar untuk keperluan promo mereka. Lippo sudah mulai terengah jika pola bisnis OVO masih terus membakar uang tanpa memikirkan rencana mendapatkan profit.

Masa Bakar Uang Hampir Selesai

Berkaca dari kedua kasus di atas, maka investor sudah mulai berhati-hati dalam memberikan suntikan dana pada startup. Iming-iming nilai valuasi yang tinggi dan database pengguna tidak lagi mampu merayu mereka untuk memberikan dana segar. Hal ini juga yang menjadi tamparan bagi startup lain untuk mulai mengejar profit atau setidaknya titik impas agar startup mereka tidak mengalami kerugian yang berkelanjutan.

Lalu apa yang bisa mereka lakukan untuk mempertahankan customer jika masa bakar uang sudah selesai? Jawabannya adalah dengan berinovasi. Berikan sesuatu yang baru bagi pasar, bukan hanya sesuatu yang mengikuti trend. Pada dasarnya pasar menyukai sesuatu yang dapat menjawab kebutuhan mereka. Ini akan menambah daya saing startup Anda dan menjaga loyalitas customer. Kini bukan lagi promo-promo yang membuat mereka bertahan, tapi inovasi-inovasi sehingga mereka adiktif dengan startup Anda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun