Mohon tunggu...
Meity ErvinaPutri
Meity ErvinaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jasa Titip Dianggap Rugikan Negara, Bagaimana Pengenaan Pajaknya?

26 Juli 2023   19:50 Diperbarui: 26 Juli 2023   20:05 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era globalisasi saat ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa dampak besar pada berbagai aspek kehidupan, termasuk di Indonesia. Perubahan yang signifikan terjadi di masyarakat Indonesia, salah satunya adalah pergeseran perilaku konsumtif yang muncul akibat ketersediaan berbagai produk luar negeri dengan harga lebih murah. Bisnis jasa titip menjadi salah satu contoh bisnis yang merespons tren belanja barang luar negeri.

Jasa titip adalah salah satu jenis bisnis yang semakin populer dan berkembang pesat, terutama melalui platform media sosial. Banyak orang tertarik dalam bisnis jasa titip karena memiliki potensi keuntungan yang menarik. Bisnis ini muncul karena kesulitan akses untuk membeli barang tertentu di dalam negeri sehingga para pembeli menggunakan jasa titip untuk mendapatkan barang impor. Selain itu, harga yang lebih terjangkau dengan adanya promo dan diskon ketika membeli dari luar negeri juga menjadi dorongan bagi pertumbuhan bisnis jasa titip ini.

Bisnis jasa titip sebenarnya tidak merugikan negara jika sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun, kebanyakan usaha jasa titip ini merugikan negara karena masuk secara ilegal. Beberapa pengusaha jasa titip cenderung menghindari pelaporan barang mereka kepada petugas Bea dan Cukai saat tiba di Indonesia karena ingin menghindari biaya tambahan yang terkait dengan pembayaran pajak.

Aspek pajak yang terkait dengan transaksi dalam bisnis jasa titip telah di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.04/2017. Dalam pasal 7, dijelaskan bahwa hanya ada dua jenis barang yang dibawa dari luar negeri, yaitu personal use dan non-personal use. Penentuan kedua jenis barang ini akan mempengaruhi proses pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI).

Terhadap barang impor kategori personal use akan diberikan pembebasan bea masuk sebesar USD500, jika lebih dari USD500 maka terhadap nilai kelebihannya akan dikenakan bea masuk dan PDRI dengan ketentuan tarif bea masuk sebesar 10%, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11%, dan tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar 10% untuk yang memiliki NPWP atau 20% untuk yang tidak memiliki NPWP.

Sedangkan, terhadap barang impor kategori non-personal use akan dipungut bea masuk dan PDRI. Pengenaan tarif barang non-personal use sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembebanan tarif bea masuk umum.

Seharusnya barang jasa titip masuk ke dalam kategori non-personal use yang berarti dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Namun, ketika menghadapi pemeriksaan mereka berusaha menyembunyikan tujuan bisnis mereka dengan mengklaim bahwa barang titipan yang dibawa tergolong barang personal use, bukan untuk dijual kembali.

Tindakan ini dapat merugikan negara dan pengusaha yang patuh melakukan impor sesuai dengan aturan dan membayar pajak. Oleh karena itu, pelaku usaha jasa titip harus memenuhi prosedur perpajakan yang tepat agar tidak merugikan negara dan mengancam terjadinya kebangkrutan pada pengusaha yang patuh karena masyarakat akan lebih memilih barang murah tanpa dikenakan pajak.

Hingga Februari 2023, Direktorat Bea dan Cukai menindak sekitar 39.207 kasus jasa titip ilegal dengan perkiraan nilai barang hasil penindakan (BPH) mencapai Rp22.043 miliar. Salah satu modus yang dilakukan pengusaha jasa titip adalah splitting barang atau dipecah kepada orang lain agar total biaya bea masuk tidak melebihi batas yang ditetapkan, yaitu USD500. Hal ini dilakukan untuk menghindari kewajiban pembayaran pajak yang lebih tinggi.

Ditjen Bea dan Cukai merespons berbagai modus jasa titip ilegal dengan penguatan pengawasan. Salah satunya dengan pengimplementasian program anti splitting berdasarkan PMK-112/PMK.04/28. Program ini berupa sistem komputer pelayanan yang secara otomatis dapat mengenali nama penerima barang yang mencoba memanfaatkan celah untuk pembebasan bea masuk dan PDRI.

Selain peran pemerintah, diperlukan juga peran masyarakat untuk mengurangi jasa titip ilegal. Pemerintah mengimbau masyarakat untuk selalu mematuhi peraturan yang berlaku dengan memberikan keterangan yang jujur dan akurat tentang barang bawaan atau kiriman yang masuk ke Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun