Mohon tunggu...
Meita Windayanti
Meita Windayanti Mohon Tunggu... Guru - sulung

hi🌻

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lembayung waktu

15 Desember 2020   12:50 Diperbarui: 16 Desember 2020   08:56 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Putik pada bunga kemuning meredup teduh saat aku bicara pada bahasa yang meringkas aksara dalam cakrawala diri.
Bahasa yang rinainya rembang petang, menerangi hening, menelusup relung keyakinan, menuturkan harap, dan menanyakan kelak.

Seperti apa rupa mentari kala terengkuh apa-apa yang masih tersembunyi?

Seperti apa wajah rembulan saat kakinya telah menetap terjaga membersamai sela-selanya yang kian terkikis rapuh menua hingga menemui lembah cahaya?

Seperti apa laku kekata yang akan tertulis saat telah bersua, menghimpun titik-titik, hingga akhirnya sampai pada kata usai?

Seperti apa ukiran ranting yang telah retak  membaur menopang mimpi-mimpi yang terserak di batas tenggat? 

Akankah seperti adara yang akan tetap bersinar meski berjarak lebih dari empat ratus tahun cahaya dari bumi? 

Atau akankah meredup melesap seiring melanglangnya langkah waktu yang terburu ragu? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun