Kemarin, kompasianer Yohana Magdalena menuliskan ulasan film "Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini". Aku sendiri belum menonton film tersebut. Namun membaca ulasannya, aku mendapat gambaran seperti apa filmnya. Film yang menceritakan tentang konflik keluarga yang 'meledak' ketika anak-anaknya sudah dewasa dan orangtuanya menua.
Biasanya memang, aku membaca buku atau menonton film bertema konflik keluarga dengan tokoh utama seorang remaja atau dewasa muda. Kemudian timbul pikiranku, apa yang tokoh utama ini lakukan semasa anak-anak? Maksudku, kenapa baru setelah remaja atau dewasa mereka menyadari ada yang aneh?
Ini yang kemudian membuat buku berjudul Boy Underwater karya Adam Baron menarik bagiku. Buku ini bercerita tentang Cymbeline Igloo yang tidak pernah berenang padahal dia berusia 9 tahun.Â
Ketika dia mengajak ibunya untuk berenang, entah ke pantai atau kolam renang atau danau, ibunya selalu memiliki alasan untuk menolak. Tentu saja tidak semua alasan bisa diterima oleh Cymbeline.
Seharusnya memang tidak perlu untuk beranjak remaja untuk mempertanyakan mengapa Cym tidak pernah diajak berenang. Di Bekasi saja, anak usia 5 tahun (TK) sudah diajak berenang oleh orangtua atau guru-gurunya di sekolah.
Ini anak usia 9 tahun. Kalau dia masuk SD usia 7 tahun, artinya dia sudah kelas 3. Anak usia segitu tentu bisa menerima alasan ibunya yang alergi pasir. Tapi jelas tidak bisa menerima alasan tentang adanya monster danau.
Anak-anak tidak harus menuruti begitu saja perkataan ibunya yang tidak mengajaknya berenang. Dia berhak mempertanyakannya dan ibunya harus menjawabnya dengan jawaban yang baik. Dan Cym, boleh mempercayainya, boleh juga tidak. Tapi dia menerimanya.
Sebagai anak-anak, Cymbeline juga mulai menyadari bahwa dia berbeda dengan teman-temannya yang memiliki 2 orangtua: ibu dan ayah. Dia juga berbeda dengan sahabatnya, Lance, yang memiliki 4 orangtua: dua ayah dan dua ibu. Cymbeline hanya memiliki seorang ibu.
Suatu ketika, kelas Cymbeline mengadakan pelajaran berenang. Cymbeline, yang tidak pernah berenang sama sekali membual, bahwa dia jago berenang. Hingga kemudian seseorang mendorong Cym ke kolam renang.Â
Ibunya marah besar pada gurunya dan kemudian ibunya jatuh sakit. Sehari setelahnya, Cym mendapati ibunya tidak ada di kamarnya dan pamannya yang membantunya bersiap-siap untuk pergi sekolah.
Dan, petualangan pun dimulai. Seperti membaca novel misteri, aku membaca buku ini tanpa jeda. Aku penasaran banget: Ibu Cymbeline kenapa? Tapi penulis, membuka petunjuknya satu per satu dan perlahan-lahan sampai semuanya terungkap di bab-bab sebelum terakhir.
Dengan jenis huruf yang besar-besar dan fancy di beberapa halaman, juga dengan ilustrasinya yang menarik, aku yakin buku ini adalah buku anak-anak. Buku ini memperkenalkan kesedihan dan konflik pada anak-anak. Ya. Buku ini menunjukkan bahwa dunia bukan sekadar senda gurau dan hal-hal indah belaka.
Walaupun tadinya aku agak terkecoh dengan sampulnya. Dengan sampul berwarna biru kehijauan dan ada anak yang terjatuh di antara puing-puing, kupikir ini tadinya adalah cerita tentang seorang anak yang berpetualang di bawah laut. LOL.
Buku ini menunjukkan pada anak-anak bahwa ada anak-anak yang berbeda. Dalam hal ini, tidak semua anak-anak memiliki orangtua yang lengkap. Tidak semua anak-anak harus bisa melakukan sesuatu yang dilakukan banyak orang. Dan itu semua tidak apa-apa. Tetaplah temani dia. Tetaplah menjadi temannya. Kalau bisa, bantu dia.
Namun aku rasa orang dewasa, yang di sekelilingnya ada anak-anak, juga perlu membaca buku ini. penuturan dan kejadian-kejadiannya yang anak-anak banget bisa membantu orang dewasa memahami dunia anak-anak. Kita bisa belajar bagaimana bersikap atau jujur tentang sebuah hal yang sulit.
Data Buku:
Judul: Boy Underwater
Penulis: Adam Baron
Penerbit: HarperCollins Children's Book
Tahun terbit: 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H