Bagaimana Bogor bisa mengirimkan air sebegitu banyak sampai membanjiri daerah Bekasi dan Jakarta?
Karena curah hujan di sana juga tinggi. Dan ekosistem Puncak yang menyerap air tanah berkurang kemampuannya. Ini semua karena dibukanya lahan-lahan untuk tempat wisata dan rumah peristirahatan. Orang yang rumah saja mengontrak sepertiku juga tidak mungkin melakukannya. Namun apa yang sudah kita lakukan untuk mengcegah itu semua?
Bekasi sejatinya merupakan daerah rawa. Sama seperti Jakarta. Tapi lihat, deh, rawa-rawa itu sekarang sudah berubah menjadi perumahan dan Ruko. Daerah Mutiara Gading Timur itu, memangnya apa sebelum menjadi perumahan? Apakah pembangunan perumahan itu sudah mengikuti konsep yang seharusnya?
Belum lagi soal sungai yang penuh sampah dan sedimen. Aku rasa, dari pabrik besar hingga rakyat jelata seperti kita bisa kena tunjuk tanggung jawab untuk masalah ini.
Sesungguhnya itulah dosa-dosa yang kita lakukan sehingga kita tertimpa 'azab' berupa banjir. Menyalahkan pedagang miras sepertinya memang lebih mudah daripada harus mempertanyakan pemerintah tentang apa yang mereka lakukan ketika Kali Bekasi dipenuhi busa-busa limbah industri. Apalagi mempertanyakan tentang pengelolaan tata kota ini.
Dari liputan6.com, aku membaca bahwa toko yang menjual minuman beralkohol di Mustika Jaya, Bekasi Timur itu izinnya adalah usaha berjualan sembako. Namun seiring berjalannya waktu, toko tersebut juga menjual minuman beralkohol. Seorang warga yang ikut dalam penyegelan tersebut mengatakan bahwa dia resah karena toko tersebut berjualan minuman beralkohol di dekat sekolah dan tempat ibadah.
Nah, kalau penyegelan dilakukan karena toko yang berjualan minuman beralkohol di dekat sekolahan dan tempat ibadah aku setuju. Aku juga pasti waswas dan tidak nyaman kalau kondisinya seperti itu. Pemerintah daerah harus merespon dan melakukan penertiban.
Kalau alasan penyegelan adalah karena mereka mendatangkan azab banjir, kurasa pemerintah juga harus melakukan sesuatu. Bukankah salah satu tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H