"Yakin Banjir Besar Kemarin Karena Azab, Warga Bekasi Segel Toko Miras"
Demikian judul sebuah artikel yang dimuat di vice.com/id kemarin (16 Januari 2020). Isi beritanya adalah tentang sekelompok warga yang menyegel toko penjual minuman beralkohol di Mustika Jaya, Bekasi Timur. Warga menuding perdagangan minuman beralkohol di lingkungan tersebut adalah penyebab banjir besar di Bekasi pada tanggal 1 dan 2 Januari lalu.
Sebelum melakukan penyegelan, warga sudah mengadakan demonstrasi pada tanggal 3 Januari 2020 di komplek Ruko Palazzo, Mutiara Gading Timur. Dilansir metro.sindonews.com, saat itu warga mendesak pihak kepolisian agar mengambil tindakan tegas dengan melarang penjualan minuman beralkohol. Warga juga meminta pihak kepolisian untuk memfasilitasi mereka bertemu dengan pemilik toko penjual minuman beralkohol. Namun tidak ada respon dari kepolisian maupun pemerintah.
Ketika artikel ini dibagikan ke Twitter oleh akun Vice, banyak orang yang menghujat warga. Orang-orang di Twitter memandang warga Mutiara Gading Timur ini naif. Termasuk aku.
Walikota Bekasi, Rahmat Effendi, menyatakan bahwa ada 2 penyebab banjir besar merendam Bekasi. Pertama, curah hujan yang tinggi. Kedua, luapan Kali Bekasi setelah debitnya meningkat lantaran kiriman air dari Bogor melalui Kali Cikeas dan Cileungsi.
Lalu apa yang menyebabkan curah hujan sedemikian tinggi?
Karena adanya perubahan iklim. Menurut reportase dari tirto.id, perubahan iklim terjadi akibat udara panas yang terperangkap dalam hutan beton sehingga membentuk pola cuaca yang berubah. Aku percaya sebuah bencana terjadi karena ada dosa yang dilakukan. Tapi aku juga percaya bahwa kedzaliman kita terhadap alam yang membuat peluang terjadinya bencana alam lebih besar.
Siapa yang membuat perubahan iklim ini terjadi?
Jawabannya adalah kita semua. Bukan hanya penjual minuman beralkohol. Tapi kita memiliki peranan terhadap perubahan iklim yang terjadi. Iya. Kita. Kita semua telah melakukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Baik disadari atau tidak. Kita semua yang tidak pernah mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan alam kita selama kita bisa makan enak dan tidur nyenyak.
Kita tentu bisa menunjuk pihak-pihak yang membangun hutan beton yang memerangkap udara panas. Rakyat jelata sepertiku jelas tidak mungkin. Namun apa yang sudah kita lakukan untuk mencegah pembangunan hutan beton yang berlebihan?