Apakah teman-teman pernah merasa mual (mual tidak sama dengan muak lho yah) dan tidak nyaman ketika membaca sebuah buku?
Buatku, membaca novela Hidup Ini Brengsek dan Aku Dipaksa Menikmatinya memberikan sensasi aneh di perutku. Buku ini adalah karya terbaru dari Puthut EA berkolaborasi dengan Gindring Wasted yang diterbitkan oleh Shira Media.
Coba baca cerpen karya Puthut EA yang berjudul "Ibu Pergi Ke Laut". Dari sekian banyak karya Puthut EA, cerpen itu yang sangat berkesan di hatiku. Cerpen itu menurutku indah. Banget. Pemilihan katanya bagus dan narasinya mengalir. Aku sampai larut dalam tangisan sedih.
Ketika aku membaca buku Hidup Ini Brengsek dan Aku Dipaksa Menikmatinya, aku merasa syok. Buku ini berbeda sekali dengan cerpen "Ibu Pergi Ke Laut". Kuberitahu 6 alasan mengapa aku merasa mual  setelah membaca novel ini.
Alasan pertama, karena bahasa yang digunakan kasar. Kasar banget. Aku nggak tega mau menuliskannya. Nanti kalian baca sendiri saja, yah... Bahkan buku berjudul Sastrawan Salah Pergaulan yang isinya kumpulan cerita lucu-lucuan tidak mengunakan kata-kata sekasar itu, lho...
Setelah aku selesai membaca bukunya, sepertinya aku mengerti mengapa Puthut EA, menggunakan kata-kata yang kasar itu. Menurutku ini sebagai representasi tokoh 'Aku'. Ketika kecil, tokoh 'Aku' dijauhi dan dirundung oleh teman-temannya karena dia tidak hapal perkalian 8 dan 9. Dia juga hanya punya 1 sepatu yang selalu dikenakannya.
Ayah 'Aku' adalah seorang tukang becak yang meninggal ketika mengantarkan istrinya yang hendak melahirkan 'Aku'. Ibunya adalah pembantu rumah tangga yang bekerja di 3 rumah. Dan kedua kakaknya adalah preman. Bisa dibayangkanlah ya seperti apa kata-kata yang biasa dia dengar dan yang bisa keluar dari mulut dia.
Alasan kedua, kejadian-kejadian yang dialami oleh tokoh 'Aku'. Mungkin benar ada orang yang mengalami hal ini. Namun untukku, cerita ini agak ekstrim. Karena ibu Si 'Aku' harus bekerja, Si 'Aku' jadi tidak terurus. Dia sering ditinggal sendirian tanpa makanan. Awalnya, dia pergi ke kebun orang untuk mendapat singkong atau jagung. Setelah kebunnya berubah menjadi rumah, dia makan tikus dan kadal. Can you imagine that?
Ketika SMP, tokoh 'Aku' mendapat uang dengan memasukkan tangan ke celana seorang pegawai kecamatan dan menjilati cairan yang keluar dari situ. Setelah dewasa, seseorang bernama Truwelu melakukan hal serupa padanya. Sumpah. Membacanya saja merinding.
Alasan ketiga adalah imajinasi-imajinasi yang muncul ketika dia marah atau muak terhadap sesuatu. Tokoh aku membayangkan memukuli tubuh teman-teman yang merundungnya, menalinya, menelanjanginya, lalu dihadapkan di atas rel pada tengah siang terik. Kemudian dia membetot ****** dan menghantamnya dengan batu. Itu mengerikan!
Dia juga membuat imajinasi serupa terhadap 3 mantan aktivis yang menurutnya menjijikkan. Emang sih, aku juga kesal membaca kelakuan tiga mantan aktivis itu. Tapi gimana yah...
Alasan keempat. Ilustrasi yang dibuat oleh Gindring Wasted mempertegas kesan memualkan itu. Gindring menggambar ilustrasi tokoh 'Aku' yang sedang membakar kadal, memasukkan tangan ke celana seseorang, memegang jerigen sambil melihat orang yang terbakar, dan banyak lagi. Gambar muka orang-orang yang digambar menyeramkan dengan kulitnya yang berwarna merah, kuning, hijau, dan biru.
Penggambaran adegannya brutal. Seperti ilustrasi ketika tokoh aku dipukul oleh seseorang. Tokoh aku digambarkan dengan bola mata yang keluar, pipi yang penyok, dan darah yang muncrat banyak.
Alasan kelima. Orang-orang yang ada di sekitar tokoh 'Aku' ini nampak nyata dan aku pernah menjumpainya. Mungkin aku adalah bagian dari mereka. Kenyataan ini membuatku merasa mual. Kesal.Â
Tiba-tiba aku jadi membenci dunia. Memang ada anak-anak yang jahat pada temannya. Mungkin aku secara tidak sadar pernah menjadi bagian dari anak-anak yang merundung temannya.
Aku pernah melihat orang-orang yang mengeroyok orang lainnya di jalanan. Tidak ada yang melerai mereka. Orang orang berkerumun untuk menonton. Termasuk aku. Aku juga pernah melihat orang baik-baik yang menjadi jahat karena keadaan. Mungkin aku pernah menjadi jahat juga walaupun tidak sampai melukai orang lain.
Alasan terakhir. Aku kemudian sadar bahwa tokoh 'Aku' ini mewakili aku sendiri. Dia mewakili sebagian besar dari kita, orang Indonesia. Dia mewakili orang-orang yang ketika dirundung oleh orang-orang yang lebih pintar dan lebih kuat diam saja.Â
Ketika kita melihat ada orang yang berbuat seenaknya pada orang lain, kita diam saja. Kita hanya bisa menyimpan rasa marah dan kesal dalam hati. Kita terlalu takut untuk meluapkannya. Pada siapapun.
Aku pernah membaca cerpen yang berjudul "Benalu di Tubuh Mirah". Menurutku, itu cerita tentang orang yang marah dengan orang-orang di sekitarnya. Tapi bahasa yang digunakan dalam cerpen tersebut tidak kasar.
Mungkin, Puthut EA ingin meluapkan kemarahannya dengan menulis buku ini. Dia ingin menunjukkan bahwa dia marah. Dia ingin semua orang tahu bahwa dia sedang marah. Setelah membaca novel ini aku sadar bahwa hidup ini brengsek. Tapi aku menikmatinya.
Data Buku:
- Judul: Hidup Ini Brengsek dan Aku Dipaksa Menikmatinya
- Penulis: Puthut EA
- Ilustrator: Gindring Wasted
- Penerbit: Shira Media
- Tahun terbit: 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H