Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pindah Tempat Tinggal Karena Banjir

5 Januari 2020   16:13 Diperbarui: 5 Januari 2020   16:13 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
jalanan depan tempat tinggalku yang terkena banjir semata kaki orang dewasa (dokumentasi pribadi)

"Mbak, dideretanmu ada rumah kontrakan yang kosong nggak? Atau kali-kali ada yang mau pindah gitu," sapa seorang penjual lampu yang berpapasan denganku ketika aku sedang berjalan ke warung sayur.

"Enggak, Mbak," jawabku. "Mau pindah kontrakan?"

"Iya!" jawabnya setengah berteriak. "Kontrakanku kebanjiran kemaren sedengkul. Semua orang pada ngungsi yang deretan kontrakanku itu. Sekarang tiap ada hujan bawaannya deg-degan aja. Takut banjir lagi."

"Owalah..." seruku prihatin.

Sebetulnya, beberapa waktu yang lalu ketika rumah di deretanku ada yang kosong, aku memberitahunya. Saat itu Si Penjual Lampu bercerita padaku bahwa mesin pompa air di kontrakannya bermasalah tapi pemilik rumah kontrakan tidak merespon sesuai harapannya.

Aku menyarankannya untuk pindah ke rumah kontrakan di sebelahku. Memang harga perbulannya lebih mahal. Belum lagi iuran RT, sampah, dan sebagainya. Namun menurutku, rumah kontrakan yang berada di sekitar tempat tinggalku cukup nyaman untuk dihuni. Pemilik rumahnya cepat tanggap dengan keluhan penghuninya.

"Harusnya dulu waktu Mbak bilang ada kontrakan yang kosong, aku pindah ke sana, ya?" ungkapnya.

Aku hanya tersenyum. Aku tidak mau menambah penderitaannya dengan mengungkit apa yang sudah terjadi.

"Ya udah nanti kalau ada yang mau pindah aku kasih tahu, deh," kataku pada akhirnya.

Aku kemudian teringat sebuah artikel yang ditulis oleh Kompasianers Agung Han yang berjudul "Hujan dan Banjir, Saat yang Tepat Mencari Hunian". Menurut beliau, di musim hujan seperti inilah kita bisa memetakan mana daerah yang rawan banjir dan mana daerah yang bebas banjir. Bahkan dalam satu perumahan, kita bisa tahu mana blok yang terhindar dari banjir mana blok yang langganan banjir.

Setelah aku mendengar cerita Si Tukang Lampu ini, rasanya memang tulisan Pak Agung tepat. Hahaha. Di komplek tempatku tinggal saja, memang deretan rumahku yang tidak terkena banjir karena posisi rumahnya yang lebih tinggi dari rumah-rumah yang lain.

Waktu memilih tempat tinggal ini, aku tidak kepikiran banjir sih sebetulnya. Aku mencari rumah yang lebih besar dan suasananya lebih tenang. Buku-buku yang aku jual bertambah banyak. Aku juga butuh ruang yang tenang untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaanku.

Ketika melihat rumah kontrakan ini, aku merasa nyaman saja dengan lokasinya yang berada di samping musola. Karena itu artinya, seharusnya tidak ada yang boleh berisik-berisik. Dan kebetulan , pemilik rumahnya juga sangat perhatian dan peduli dengan kenyamanan orang yang mengontrak di tempatnya.

Sekarang, aku merasa beruntung dan bersyukur sekali karena tempat tinggalku tidak ikut terendam banjir. Namun sepertinya, tidak adil juga kalau pemetaan daerah yang banjir dan tidak berdasarkan bencana yang terjadi kemarin ini.

Dulu, setelah menikah, aku mengontrak di belakang rumah kontrakan Si Penjual Lampu. Nyatanya, selama setahun lebih tinggal di sana, tidak pernah ada air yang masuk ke rumah. Mau sederas dan selama apapun hujan yang datang.

Di rumah simbah di Jatiwaringin Bekasi, sejak dulu, air tidak pernah sampai masuk ke dalam rumah walaupun jalanan utamanya selalu menjadi sungai di kala hujan deras datang. Demikian juga dengan di rumah budhe di Perumahan Puri Gading Bekasi. Tapi kemarin, air bisa sampai masuk ke dalam rumah mereka.

Bagaimanapun, ini adalah bencana yang besar. Kejadian luar biasa. Hampir semua tempat terendam air. Perumahan yang selama bertahun-tahun bebas tiba-tiba ikut terkena banjir. Jalan-jalan utama di Kota Bekasi banyak yang terkena banjir hingga pintu tol terpaksa ditutup. Bahkan bangunan seperti mall dan rumah sakit ikut terkena banjir.

Untuk orang-orang yang tinggal mengontrak, pindah tinggal ke tempat-tempat yang tidak terkena banjir memang mudah dilakukan. Tapi bagaimana kalau yang kebanjiran itu adalah rumah mereka yang bahkan KPRnya pun belum lunas?

Menurutku, ini adalah wake up call untuk kita semua. Untuk level pejabat, ini jelas panggilan untuk mereka membuat kebijakan lebih memrioritaskan lingkungan dalam pembangunan. Pembangunan infrastruktur yang sedang digenjot jangan sampai mengabaikan dampak lingkungannya.

Untuk rakyat jelata sepertiku, ini adalah panggilan untuk merubah gaya hidup. Apakah aku masih suka menimbun barang-barang yang tidak perlu di rumah? Apakah aku sudah berusaha untuk mengurangi sampah? Kalau belum, yuk kita mulai dari sekarang. Yuk kita ajak orang-orang lain juga. Sehingga di mana pun kita tinggal, akan selalu menjadi tempat yang menyenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun