Di Jakarta Timur ada apa, sih? Paling Taman Mini Indonesia Indah. Memangnya ada yang membuatnya lebih istimewa dibanding Jakarta Selatan, misalnya? Sepertinya, lebih menyenangkan menjelajah di Jakarta Pusat atau Jakarta Utara yang memiliki lebih banyak tempat-tempat menarik untuk dikepoin.
Kalau kalian berfikir seperti itu, kalian harus banget membaca buku Hikayat Kotaku yang baru diluncurkan tanggal 27 November 2019 kemarin. Buku tersebut adalah kumpulan tulisan yang dibuat oleh finalis dan pemenang acara Jakarta Writingthon Festival 2019 yang diselenggarakan oleh Suku Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Administrasi Jakarta Timur bekerja sama dengan Aksaramaya dan Penerbit Bitread.
Di buku ini, kita akan ditunjukkan bahwa tempat yang menarik untuk dikunjungi di Jakarta Timur itu bukan hanya Taman Mini Indonesia Indah. Ada pasar malam BKT (Banjir Kanal Timur), makam Pangeran Jayakarta, Monumen Kesaktian Pancasila, Taman Anggrek Indonesia Permai, dan Condet. Ada juga cerita tentang Bandara Halim Perdana Kusuma, Stasiun Jatinegara, dan Universitas Negeri Jakarta yang merupakan landmark dan situs budaya di Jakarta Timur.
Selain itu, ada juga tulisan tentang Warung Sate Keroncong. Salah satu wisata kuliner yang akan aku datangi kalau suatu saat aku sedang pergi ke daerah Matraman.
Ada yang pernah mendengar kata 'Klender'? Tadinya, aku pikir Klender itu hanya sekadar nama daerah. Ya memang itu nama daerah di Jakarta Timur, sih. Tidak ada bangunan atau situs menarik di sana. Namun, dari Klender, pernah ada seorang pahlawan kemerdekaan yang rendah hati yang diberi julukan Panglima Klender.
Nama asli Panglima Klender adalah Muhammad Arif atau lebih dikenal dengan sebutan Haji Darip. Mengapa aku sebut rendah hati? Karena beliau menolak tunjangan dan gelar kepahlawanan yang  diberikan oleh pemerintah. Beliau meyakini bahwa perjuangannya didasarkan pada rasa ikhlas dan lillahi ta'ala.
Kisah Sang Panglima Klender selengkapnya bisa dibaca juga di buku Hikayat Kotaku. Selain kisah tentang Panglima Klender, ada juga kisah tentang Pangeran Jayakarta (ada yang familiar dengan nama beliau?), Dato Tonggara (seorang Syeh yang dulu tinggal di Kramat Jati), Pangeran Condet, dan Entong Gendut (beliau adalah peranakan Jawa yang menjadi jawara dari Condet pada masa penjajahan Belanda).
Tulisan yang menurutku paling menarik dari buku ini berjudul 'Warisan nan Manis dari Condet'. Apa sih warisan nan manis dari Condet ini? Jawabannya adalah salak. Selama ini, aku tahunya salak itu buah khas dari Turi, sebuah nama daerah di Jogjakarta. Nyatanya, salak Condet ini adalah varian salak tertua di Indonesia. Salak Condet menjadi icon dari provinsi DKI Jakarta.
Puluhan tahun lalu, salak dalah tanaman yang paling mudah ditemui di kawasan Condet karena setiap warga menanam pohon salak. Sekarang, budidaya salak Condet terpusat di lahan kebun di bawah naungan Dinas Kelautan, Pertanian, dan dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta. Sedih ya? Ya namanya sebuah daerah yang berkembang. Pasti ada yang berubah dan tersisih.
Menjadi satu kehormatan bagiku untuk ikut terlibat dalam penyusunan buku ini. Aku tidak menulis, hanya mencari gambar untuk 2 artikel tentang landmark yang terdapat di Jakarta Timur, yaitu Monumen Kesaktian Pancasila dan Bandara Halim perdana Kusumah. Namun itu semua menjadi pengalaman yang berharga karena aku jadi belajar teknik-teknik fotografi di sini.
Oh iya, di buku yang aku pegang, ada tulisan bahwa buku ini tidak diperjualbelikan. Jadi untuk sementara, teman-teman bisa membaca buku ini di perpustakaan-perpustakaan daerah di Jakarta. Katanya, dalam waktu dekat buku ini akan bisa dibaca di iJakarta, perpustakaan digital kebanggaan warga Jakarta.
Menurutku, akan menarik sekali kalau setiap kota memiliki himpunan tulisan seperti buku Hikayat Kotaku ini. Ini akan menjadi warisan penting untuk generasi mendatang. Waktu akan berlalu, bangunan-bangunan lama lambat laun akan berganti dengan yang baru. Seorang tokoh akan meninggal dan berganti dengan orang yang baru. Namun tulisan yang dibukukan akan menyimpan semuanya dan menjadi pelajaran bagi orang-orang selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H