Pernah nggak teman-teman sakit kemudian ada orang yang menyarankan kalian untuk minum obat yang pernah dia minum untuk gejala yang sama? Misal kalian sedang batuk-batuk, lalu seseorang menyarankan minum OBH atau obat batuk merk lain?
Tidak. Itu tidak salah, kok. Selama, obat yang disarankan adalah obat bebas (memiliki logo lingkaran biru) atau obat bebas terbatas (memiliki logo lingkaran hijau).Â
Obat-obat tersebut memiliki tingkat keamanan yang cukup tinggi. Walaupun untuk beberapa kondisi, sebaiknya berkonsultasi pada apoteker terlebih dahulu sebelum mengonsumsinya. Yang akan menjadi pembahasan di artikel ini adalah ketika teman-teman menyarankan obat yang termasuk obat keras (memiliki logo lingkaran merah dengan huruf K di dalamnya).
Saat masih kerja di apotek, aku sering sekali mendapatkan orang yang memaksa membeli antibiotika karena mereka mendengar orang lain mendapatkan obat tersebut saat mengalami sakit yang sama dengan mereka. Orang-orang ini beranggapan bahwa daripada buang-buang waktu dan uang, mending langsung beli obatnya saja di apotek. Ketika diberitahu bahwa antibiotika itu tidak boleh dibeli tanpa resep dokter, orang-orang ini kemudian memaksa.
Ada lagi, orang yang memaksa untuk mendapatkan obat-obat yang sama ketika mereka sakit. Alasannya, mereka merasakan gejala yang sama. Padahal, resep yang mereka dapatkan tidak ditandai oleh dokternya sebagai resep yang bisa diulang pemberiannya.
Tenaga kefarmasian di apotek sebenarnya senang-senang saja bila ada yang membeli 'barang dagangan' mereka. Itu bisa menjadi keuntungan buat mereka secara materi (walaupun ada juga sih, apotek yang memberikan obat keras begitu saja tanpa resep dokter). Yang pasti, kerugian ada di kita sendiri.
Pertama, mengapa tidak baik menyarankan orang meminum obat golongan keras untuk orang lain yang mengalami gejala yang sakit dengan kita? Sebab belum tentu gejala yang sama adalah manifestasi dari penyakit yang sama juga. Dan belum tentu penyebabnya sama juga. Langkah yang paling baik adalah tetap mengonsultasikan status kesehatan kita ke dokter.
Demikian juga dengan dengan meminta resep yang serupa dengan yang pernah didapat. Gejala yang sama, bukan berarti penyakit yang sama dan obat yang sama. Kecuali dokter telah membuat catatan bahwa resepnya bisa diulang.
Obat-obatan adalah sebuah barang yang kompleks. Bahkan obat yang sudah diedarkan di pasaran, masih terus diteliti khasiat dan efek samping yang bisa ditimbulkannya. Pernah mendengar berita tentang obat-obatan yang ditarik dari peredaran karena memiliki efek samping yang membahayakan?
Belum lagi, efek obat itu personal. Dalam dosis tertentu, dia mungkin cocok dengan kita. Namun belum tentu dia cocok dengan orang lain. Bisa jadi, efek samping yang tidak diharapkan yang timbul. Atau orang lain bisa juga alergi terhadap obat yang kita sarankan.
Menurutku, di sini pentingnya asuransi seperti BPJS. Dengan beberapa aturan pembatasan dan prosedur yang jelas, seharusnya BPJS bisa membuat masyarakat bisa menjangkau dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Harapannya, masyarakat bisa lebih teredukasi tentang kesehatan dan mereka bisa membuat sebuah keputusan yang terbaik untuk itu.
Jadi, kalau ada orang yang curhat tentang status kesehatannya, daripada menyarankan meminum obat tertentu, sebaiknya sarankan untuk berkonsultasi ke dokter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H