Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sasangkala Sangkuriang

1 Agustus 2019   20:06 Diperbarui: 1 Agustus 2019   20:09 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku "Wisata Bumi Cekungan Bandung" (dokumentasi pribadi)

Kemungkinan besar, menurut para ahli, cerita itu bermula dari orang-orang yang menyaksikan Gunung Tangkuban Perahu meletus, kemudian batu-batu yang dimuntahkan mengalir ke arah barat dan membendung Ci Tarum dan terbentuklah danau raksasa. Secara geologis, kejadian itu bisa terjadi dalam waktu semalam.

Kita bisa melakukan napak tilas pada untuk menjumpai tempat-tempat dimana Sangkuriang mengobrak-abrik dapur dan membuang isi dapurnya dengan menaiki angkot Padalarang-Rajamandala yang berwarna kuning dari Stasiun Padalarang, atau menaiki bis tujuan Cianjur yang berangkat dari Terminal Leuwi Panjang, Bandung. Setelah melewati Padalarang dan Situ Ciburuy, kita akan melihat Pasir Pabeasan di kiri jalan. Bukit ini cukup terkenal di kalangan pemanjat tebing sebagai tebing-125 karena memiliki ketinggian 125 meter. Bukit ini memiliki dinding tegak tertinggi di perbukitan yang ada di Citatah.

Di baliknya, terdapat Gubung Hawu, yang memiliki lubang menganga seperti tungku kayu bakar. Jauh di Sebelah selatan, kita bisa melihat Pasir Kancahnangkub yang bukan berupa bukit kapur. Melanjutkan perjalanan, 2 km kemudian di sebelah kanan jalan berderet Pasir Pawon. Ke arah barat, kita akan menjumpai Pasir Leuit dan Pasir Bancana. Sedangkan lokasi Ciluncat, Cibukur, dan Rancamoyan agak masuk ke arah utara dari jalan raya.

Semakin ke barat, kita akan menjumpai Pasir Manik yang digunakan untuk latihan panjat tebing oleh kopassus. Di puncak bukit ini tertancap belati komando raksasa. Jauh di sebelah selatannya, terdapat Pasir Bende.

Ketika aku bermain ke daerah sana pada tahun 2015, beberapa bukit sudah tidak bisa dikenali bentuknya karena aktivitas penambangan kapur. Bukit yang masih utuh adalah Pasir Pawon yang puncaknya dijadikan tempat wisata taman batu dan Pasir Manik yang dikuasai oleh Kopassus. Agak sedih melihat bentang alam yang disisakan oleh pertambangan kapur itu.

Menarik bukan bisa meruntut kejadian yang ada dalam legenda dan mencocokkannya dengan kondisi alam? Beruntung sampai saat ini, nama-nama daerah yang terkait masih seperti itu. Aku teringat berita yang memuat kabar tentang penggantian nama sebuah gunung menjadi nama seorang pemimpin. Kita bisa saja kehilangan jejak sejarah ketika nama-nama daerahnya kemudian berganti karena sebuah alasan. Semoga nama-nama daerah tetap seperti itu sehingga generasi selanjutnya tidak terputus dari sejarah alamnya yang luar biasa.

NB: artikel ini pertama kali tayang di jabaraca.com dengan judul yang sama. Diunggah kembali karena beberapa hari yang lalu Gunung Tangkuban Parahu 'berasap'. Mungkin kita bisa mengambil hikmah dari cerita dalam buku ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun