Au mengingatkan pembacanya untuk menyayangi diri sendiri dan berbahagia meskipun belum memiliki jodoh. Selain itu, Au juga menuliskan bahwa quarter life crisis itu tidak perlu terlalu dipikirkan. Yang diperlukan hanyalah meyakinkan diri sendiri bahwa kita berada pada posisi dan kondisi yang tepat. Kita butuh berjuang sedikit lagi.
Di buku Wanita yang Merindukan Surga, Esty Dyah Imaniar mengajak kita untuk menempuh jalan hijrah yang sunyi. Ketika kebanyakan orang menempuh jalan hijrah dengan mengunjungi hijrah fest, menikah, lalu hidup penuh berkah, Esty mengajak muslimah untuk berproses, fokus pada keahlian dan substantif, lalu memiliki kontribusi untuk peradaban.
Bagian menarik dari buku ini adalah ketika Esty bercerita tentang temannya yang semula berjilbab panjang lalu jibabnya mengecil dan yang tadinya mengenakan rok kini bercelana panjang. Namun dia tidak mau menghakimi kawannya. Sebab Esty hanya melihat tampilan fisiknya saja. Dia tidak tahu bagaimana gejolak perasaan dan pemikirannya. Seolah mengingatkan orang-orang yang dengan mudah mengetik, 'maaf sekadar mengingatkan'.
Aku teringat kembali dengan Salmafina. Kita hanya bisa melihat dia dari Instagramnya saja. Instagramnya tidak menggambarkan pemikiran dan perasaannya secara utuh, kan? Yang bisa kita lihat hanyalah dia bercerai, lepas hijab, dan sepertinya ganti agama. Kita tidak tahu bagaimana perjalanan Alma mencari jati dirinya (Dia masih sangat muda, bagaimanapun).
Perempuan Indonesia perlu lebih banyak dukungan seperti yang dilakukan oleh ketiga penulis buku ini. Seperti kata Kalis dalam tulisan terakhir di bukunya: jangan biarkan perempuan berjuang sendirian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI