Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pelajaran dari Wanita dan Anjingnya yang Masuk Masjid, Pentingnya Edukasi Gangguan Mental

4 Juli 2019   12:31 Diperbarui: 5 Juli 2019   05:13 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: addictioncenter.com

Belakangan, heboh sekali orang-orang mengomentari perkara seorang wanita dewasa yang masuk masjid tanpa melepas alas kakinya bersama seekor anjing. Seorang ustadz meminta wanita ini ditindak tegas. Dan seperti mengipasi bara api, orang-orang mendesak wanita ini untuk ditahan.

Kemarin, dari laman kompas.com, aku mengetahui bahwa wanita tersebut mengidap gangguan jiwa jenis skizofrenia. Kepala RS Polri Kramatjati Jakarta Timur telah melakukan observasi dan penyelidikannya terhadap catatan medis wanita itu.

Kabarnya, wanita itu kerap melakukan kontrol terhadap kondisi kejiwaannya di sejumlah RSJ di Bogor.

Skizofrenia adalah gangguan mental yang menyebabkan penderitanya mengalami halusinasi, delusi, kekacauan pikiran, dan perubahan perilaku. Penderitanya, memiliki kesulitan membedakan kenyataan dengan pikirannya sendiri.

Sayangnya, walaupun wanita tersebut menderita skizofrenia, proses hukum terhadap wanita itu tetap berlanjut. Wanita itu ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama oleh Polres Bogor.

Aku agak sedih mendengar berita itu. Bukankah menurut pasal 44 KUHPidana seseorang tidak bisa dituntut secara pidana bila memiliki cacat kejiwaan?

Polisi mengatakan bahwa penetapan tersangka wanita itu dilakukan terlebih dahulu sebelum diketahui bahwa dia mengidap skizofrenia jadi proses hukum harus berlanjut.

Sedangkan jika sudah ditetapkan sebagai tersangka, penyelidikan hanya bisa dihentikan apabila kurangnya alat bukti, tindakannya bukan peristiwa pidana, tersangka meninggal dunia, perkara kadaluarsa, atau sudah pernah diputuskan perkaranya. Jadi, nasib wanita itu akan ditentukan di pengadilan.

Yang lebih membuatku merasa miris adalah di Twitter, seseorang berkata bahwa kalau memang wanita itu mengidap skizofrenia, mengapa dia bisa berkeliaran di luar rumah? Bukankah kalau orang skizofrenia itu harusnya diam di rumah dan berusaha untuk bunuh diri.

Orang-orang ini kok kayaknya nggak pada simpatik sama orang sakit ya? Atau mungkin memang benar. Isu kesehatan mental di Indonesia itu kurang populer dan nggak banyak juga orang yang mau tahu.

Jadi gini sayang, enggak semua orang yang mengalami skizofrenia itu maunya mengurung diri dan punya keinginan bunuh diri. Memang sebagian besar ada yang seperti itu.

Namun, dia bisa berhalusinasi dan punya dorongan untuk melakukan sesuatu yang aneh. Istilah medisnya disebut 'perilaku kacau'.

Dalam kasus ini, bukankah sebelum dia mengamuk, dia bilang mencari suaminya yang katanya akan menikah di masjid dengan perempuan lain?

Itulah sebabnya, mengapa orang jaman dulu banyak yang memasung keluarga atau kerabatnya yang menderita gangguan jiwa. Kalau memang orang depresi semuanya cuma mau di dalam rumah, nggak akan dipasung, kan? Ya mungkin bakal dipasung juga untuk menghindari bunuh diri. Atau apalah.

Aku harap, kementerian kesehatan bisa lebih serius lagi dalam edukasi kesehatan mental pada masyarakat.

Bukan sekadar menyampaikan bahwa kita semua rentan terhadap gangguan mental dan bagaimana mencegah gangguan mental, namun juga bagaimana kita harus bersikap pada orang-orang yang mengidap gangguan mental.

Dalam liputan tirto.id yang berjudul 'Kesehatan Mental di Indonesia Hari Ini', dikatakan bahwa tenaga ahli jiwa seperti psikolog klinis, psikiater, dan perawat jiwa masih sangat sedikit. Di Indonesia Timur bahkan sebagian besar Puskesmasnya belum memiliki psikolog.

Ini masalah serius. Oleh karenanya, kita tidak bisa mengandalkan tenaga ahli untuk menangani masalah kesehatan jiwa. Perlu kerjasama dari masyarakat, komunitas, media, dan individu lainnya. Program bantuan masyarakat sangat mungkin dilakukan untuk membantu pemulihan orang-orang yang terkena gangguan mental.

Harapannya, tidak ada lagi orang yang datang ke tempat ibadah dan menunjukkan perilaku kacaunya.

Kalau kebijakan aparat belum berpihak pada penderita gangguan mental dan netizen masih ada yang tidak bersimpati pada penderita gangguan mental, bagaimana program bantuan masyarakat bisa terwujud?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun