Namun, dia bisa berhalusinasi dan punya dorongan untuk melakukan sesuatu yang aneh. Istilah medisnya disebut 'perilaku kacau'.
Dalam kasus ini, bukankah sebelum dia mengamuk, dia bilang mencari suaminya yang katanya akan menikah di masjid dengan perempuan lain?
Itulah sebabnya, mengapa orang jaman dulu banyak yang memasung keluarga atau kerabatnya yang menderita gangguan jiwa. Kalau memang orang depresi semuanya cuma mau di dalam rumah, nggak akan dipasung, kan? Ya mungkin bakal dipasung juga untuk menghindari bunuh diri. Atau apalah.
Aku harap, kementerian kesehatan bisa lebih serius lagi dalam edukasi kesehatan mental pada masyarakat.
Bukan sekadar menyampaikan bahwa kita semua rentan terhadap gangguan mental dan bagaimana mencegah gangguan mental, namun juga bagaimana kita harus bersikap pada orang-orang yang mengidap gangguan mental.
Dalam liputan tirto.id yang berjudul 'Kesehatan Mental di Indonesia Hari Ini', dikatakan bahwa tenaga ahli jiwa seperti psikolog klinis, psikiater, dan perawat jiwa masih sangat sedikit. Di Indonesia Timur bahkan sebagian besar Puskesmasnya belum memiliki psikolog.
Ini masalah serius. Oleh karenanya, kita tidak bisa mengandalkan tenaga ahli untuk menangani masalah kesehatan jiwa. Perlu kerjasama dari masyarakat, komunitas, media, dan individu lainnya. Program bantuan masyarakat sangat mungkin dilakukan untuk membantu pemulihan orang-orang yang terkena gangguan mental.
Harapannya, tidak ada lagi orang yang datang ke tempat ibadah dan menunjukkan perilaku kacaunya.
Kalau kebijakan aparat belum berpihak pada penderita gangguan mental dan netizen masih ada yang tidak bersimpati pada penderita gangguan mental, bagaimana program bantuan masyarakat bisa terwujud?