Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengonsumsi Vitamin C Dosis Tinggi Membuat Tubuh Bugar, Tepatkah?

2 Juli 2019   16:56 Diperbarui: 2 Juli 2019   19:47 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2

Minggu lalu, aku dan seorang teman berdiskusi tentang dosis penggunaan vitamin C untuk manusia dewasa. Menurut permenkes 75 tahun 2013, kebutuhan vitamin C orang dewasa adalah 75-90 mg perhari. Tidak sampai 100 mg perhari.

Lalu mengapa kebanyakan vitamin C yang dijual di pasaran mencapai ratusan mg untuk sekali minumnya? Bahkan ada yang mencapai angka 1000 mg (aku tidak perlu menyebutkan merknya kan ya? Kalian bisa mengamati di iklan atau di obat-obatan yang dipampang di apotek).

Apakah ini hanya ada di Indonesia atau di luar negeri industri farmasi menjual vitamin C dengan dosis yang sangat tinggi juga? Pertanyaan itu segera terlupakan dengan tugas kami masing-masing. Namun kemudian teringat lagi ketika aku menemukan sebuah artikel yang menarik.

Kemarin, aku membaca sebuah artikel di vox.com. Artikel itu berjudul "How Linus Pauling duped America into believing vitamin C cures colds". Secara singkat, artikel tersebut menjelaskan bahwa di Amerika, orang mulai mengonsumsi vitamin C dosis tinggi sejak Linus Pauling, seorang ilmuwan peraih nobel, mempublikasikan buku berjudul Vitamin C and the Common Cold tahun 1970.

Dalam buku itu, Pauling menyarankan orang-orang Amerika untuk mengonsumsi vitamin C sebanyak 3000 mg sehari. Sebab, ketika Pauling mengonsumsi vitamin C sebanyak 3.000 mg sehari dia merasa lebih sehat dan lebih segar. Pauling juga mengatajan bahwa orang yang mengonsumsi vitamin C dosis tinggi dapat memperpanjang usia mereka sampai 30 tahun dan bebas penyakit.

Tahun 1971, setahun sejak dirilisnya buku itu, penjualan vitamin C di Amerika meningkat 10 kali lipat. Bukan hanya jumlahnya, tapi juga dosisnya. Sebelum diterbitkannya buku Vitamin C and the Common Cold, sediaan vitamin C yang banyak dibeli orang adalah yang 100 mg. Setelahnya, orang membeli yang dosisnya 250 mg sampai 500 mg.

Itukan di Amerika. Bagaimana dengan di Indonesia?

Menurutku, di Indonesia, industri membuat sediaan vitamin C dengan dosis ratusan mg karena mereka berkiblat ke Amerika. Hampir 5 tahun aku belajar di fakultas farmasi, kebanyakan referensi yang aku baca pun dari sana. Ini tidak aneh. Apalagi yang namanya industri kan ya, pasti bakal memanfaatkan referensi-referensi yang menjual dagangan mereka.

Perkembangan selanjutnya, tahun 2013 journal review dari Cochrane menyatakan bahwa, vitamin C dosis tinggi tidak membantu kita mencegah penyakit apapun.

Teman-teman ingatkan pelajaran biologi saat di bangku sekolah?

Vitamin dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang sangat rendah. Kelebihan jumlah vitamin C yang kita konsumsi akan dibuang oleh tubuh melalui ginjal.

Apakah itu masalah? Bukankah tidak apa-apa? Toh sisa yang tidak digunakannya dibuang kan?

Proses pembuangan vitamin C dari dalam tubuh tidak sama dengan proses pembuangan sampah dari rumah kita, Sayang. Proses pembuangan vitamin dari dalam tubuh akan mempengaruhi performa ginjal kita.

Sebuah penelitian yang diinisiasi oleh The National Institutes of Health menyatakan bahwa mengonsumsi lebih dari 2000 mg vitamin C dalam sehari bisa menyebabkan kita mengalami batu ginjal. Mengerikan? Ya memang. Sesuatu yang berlebihan itu tidak pernah baik.

Sebetulnya, kalau kita menerapkan pola diet gizi seimbang, kita tidak perlu mengonsumsi suplemen vitamin. Buah dan sayuran segar merupakan sumber vitamin C terbaik. Sebutir jeruk saja bisa mengandung sampai 70 mg vitamin C. Paprika merah, bisa mengandung 95 mg vitamin C. Jadi, kalau kita makan siang dengan capcay, kebutuhan vitamin C kita akan cukup terpenuhi.

Kalau kebutuhan vitamin C kita bisa terpenuhi dengan makanan yang kita konsumsi, apakah kita masih perlu mengonsumsi tambahan vitamin C saat kita sakit?

Menurutku, ini tergantung dari bagaimana kondisi kita saat sedang sakit. Kalau aku sendiri, ketika sedang sakit, biasanya nafsu makan turun dengan drastis. Orang yang sedang tidak enak makan jelas tidak akan menjadikan sayur-sayuran sebagai pilihan makanannya. Untuk itu aku perlu suplemen ini dengan memilih dosis yang cukup. Tidak yang terlalu tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun