Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Selesaikan secara Damai Kasus Kekerasan Remaja

10 April 2019   10:57 Diperbarui: 10 April 2019   11:50 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dari pxhere.com

"Sudah tahu tentang #JusticeForAudrey?" tanya seorang teman melalui aplikasi WhatsApp kemarin.

"Not, yet," jawabku. "Aku banyak kerjaan hari ini. What is that?"

Temanku lalu menceritakan tentang seorang anak SMP yang dikeroyok oleh 12 siswa SMA. Dia dianiaya bahkan dilecehkan secara seksual oleh pengeroyok yang semuanya perempuan karena persoalan laki-laki.

"Sakit hati aku dengernya," komentar temanku tadi. "Mereka kenapa, sih?"

Terakhir, temanku memberi tautan ke sebuah unggahan di Twitter yang menceritakan hal serupa.

"Anak-anak ini mengerikan, ya?" komentarku.

Aku kemudian mencari berita tentang kasus tersebut di Google. Dalam sebuah berita, dikatakan bahwa Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat berharap persoalan ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan, karena dengan adanya proses hukum, maka akan memberikan dampak buruk di kemudian hari mengingat pelaku masih anak sekolah.

Berita ini jelas membuat khalayak menjadi geram. KPPAD memikirkan masa depan pelaku. Lalu bagaimana masa depan korban yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit dan mengalami tekanan fisik dan mental?

Membaca kejadian ini mengingatkanku pada sebuah film yang pernah aku tonton. Sebuah drama Jepang yang menceritakan tentang seseorang yang menculik polisi dan membunuh 3 orang pemuda. Sebetulnya, yang dibunuh adalah pemuda-pemuda yang suka meresahkan masyarakat. Namun polisi tetap menyelidiki kasusnya sampai tuntas.

Dalam penyelidikan kemudian terungkap bahwa di masa sekolahnya, Penculik Polisi dan seorang temannya adalah korban dari kekerasan yang dilakukan oleh pemuda yang dibunuhnya. Saat itu, Penculik Polisi pukuli sampai terluka parah dan temannya meninggal namun ketiga pemuda ini tidak mendapat hukuman yang setimpal. Ketika dewasa, pada suatu hari, Penculik Polisi melihat ketiga pemuda ini sedang berkumpul. Penculik Polisi mendengar bahwa ketiga pemuda ini sedang merayakan kematian orang yang mereka rundung.

Penculik Polisi naik pitam. Dia merasakan lagi sakitnya luka-luka yang dia dapat saat sekolah. Dia menyalahkan polisi yang tidak memberikan hukuman berat pada ketiga pemuda ini sehingga ketiga pemuda ini masih saja berbuat jahat. Akhirnya, dia menculik polisi dan membunuh ketiga pemuda berandal ini.

Mengerikan? Tentu saja. Ini memang hanya sebuah film, namun tidak menutup kemungkinan bisa terjadi bila pelaku perundungan tidak ditindak dengan tegas.

Di sosial media, ditampilkan bagaimana pengeroyok ini tidak punya rasa bersalah telah membuat temannya terluka. Mereka malah sempat melakukan swafoto saat diperiksa di kantor polisi. Bahkan, mereka mengancam orang-orang yang menyebarkan berita ini dengan UU ITE. Menurutku ya, mereka jelas bukan anak-anak di bawah umur yang masih polos. Mereka adalah remaja yang pintar dan sudah matang cara berfikirnya. Sayangnya, mereka tidak pernah belajar apa yang benar untuk dilakukan dan apa yang salah.

Anak-anak seperti ini, perlu dibimbing secara khusus. Bila tidak, mereka bisa melakukan hal yang lebih berbahaya lagi. Aku membayangkan mereka bisa merasa menang ketika semua berakhir secara 'kekeluargaan' dan tidak ada pembinaan atau hukuman yang mereka terima.

Pagi ini, di detik.com, aku membaca sebuah artikel tentang perkembangan kasus ini. Di sana tertulis bahwa Ketua KPPAD Kalbar tidak menyarankan supaya kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan. Beliau berharap kasus ini diproses sesuai aturan hukum.

Semoga saja, korban mendapat penyembuhan yang maksimal, pelaku mendapat hukuman yang layak, dan lembaga terkait bisa mengkaji supaya kejadian kekerasan semacam ini tidak lagi terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun