Saat aku mengangkat jemuran siang ini, aku melihat seorang gadis kecil berambut panjang yang sesenggukan di teras sebelah rumahku. Di sampingnya ada seorang anak laki-laki berambut jabrik dan dan seorang gadis lainnya yang berambut keriting.
Gadis berambut keriting itu tersenyum padaku memamerkan gigi kecilnya yang kecoklatan karena pengaruh obat. Anak laki-laki berambut jabrik itu juga menatapku sedangkan gadis yang berambut panjang masih menundukkan kepala sambil sesenggukan.Â
Di sisi lain terasnya, aku melihat mama gadis berambut panjang itu sedang menggendong bayi.
"Pada ngapain?" tanyaku mendekati gadis berambut keriting.
"Indri nangis," jawabnya menunjuk temannya yang masih tertunduk.
"Kenapa?" tanyaku lagi.
"Tadi lagi latihan nulis sama Mama Indri, trus Indri nulisnya huruf A di tengah kata pake huruf besar," jawab gadis keriting itu. "Trus Mama Indri sama Naura bilang, huruf A kalau di tengah ditulis kecil. Eh, Indrinya malah nangis."
"Guru Indri bilang kalau nulis harus kayak gitu. Kalau gak gitu nanti salah," tukas Indri sambil sesenggukan. "Indri dari TK diajarinnya kayak gitu."
Aku sudah membuka mulutku ketika Mama Indri mengedipkan matanya. Akupun mengurungkan niatku untuk mengeluarkan suara.
Ketika tangis Indri sudah mereda dan dia main lagi bersama Naura dan teman yang lainnya, Mama Indri mendekatiku.
"Kayak begitu tuh, yang kadang bikin saya kesel," kata Mama Indri. "Indri mah susah kalo dikasih tahu sama saya. Kalau kata gurunya itu. Ya udah itu. Ya walaupun bukan guru kan saya pernah sekolah."