***
Aku tidak ikut berkomentar. Sebagai orang yang pernah ikut di karang taruna, aku faham bahwa bagi-bagi sahurnya itu hanya fasilitas. Tujuan utamanya adalah supaya bisa rame-rame sahur di jalanan. Bisa sambil jalan-jalan. Kalau bagi-bagi sahur sama orang kampung aja, mana bisa jalan-jalan? Mentok ada acara pengajian di musola.
Sebelum puasa kemarin, aku ingat Polres Metro Bekasi Kota melarang adanya sahur on the road. Katanya karena banyak gak baiknya. Menurut pihak Polres, sahur on the road kerap kali berpotensi menimbulkan kerawanan keamanan. Misalnya tawuran dan gangguan ketertiban.
Pak Indarto, Kapolres Metro Bekasi Kota, mengatakan selama ini, bila ada sekelompok pemuda melaksanakan sahur on the road, kemudian bertemu dengan kelompok lain, akhirnya bisa terjadi tawuran karena saling lempar mercon. Oleh karena itu, untuk mencegah hal tersebut terjadi kali ini, pihak kepolisian Kota Bekasi melarang acara sahur on the road.
Apa yang dikhawatirkan oleh pihak kepolisian memang masuk akal. Kelompok pemuda kadang memang berisi kumpulan manusia yang tidak bisa disenggol. Potensi untuk saling ribut memang ada. Namun aku juga agak kurang sreg dengan pelarangan.
Bagaimanapun, niat awalnya sahur on the road kan baik. Mereka pingin berekspresi, ingin berbagi. Menurutku boleh-boleh saja. Tidak perlu dilarang. Supaya tidak terjadi bentrok, menurutku, kepolisian bisa membuatkan jadwal. Komunitas yang mau melaksanakan sahur on the road harus mendaftarkan diri di kepolisian. Yang tidak mendaftarkan diri, bila tertangkap melakukan sahur on the road, harus diberi hukuman.
Jadwal ini akan mengatur siapa dan dimana bisa melakukan sahur on the road sehingga bisa meminimalkan bentrokan yang tidak diinginkan.