Antibiotika
"When you take antibiotics, you are doing to your body what a farmer does when he sprays his fields with pestisides," kata Geoffrey Cannon dalam bukunya yang berjudul Superbug: Nature's Revenge.
Tadinya, kita hidup dalam harmoni dengan bakteri. Bakteri jahat tentu saja ada sejak dulu. Makanya dikatakan bahwa penemuan antibiotika itu menyelamatkan nyawa banyak orang. Namun, untuk kebanyakan kasus, bakteri baik yang ada di tubuh kita yang pertama-tama akan melawan bakteri jahat yang datang dari luar. Bukan hanya bakteri jahat, jamur, virus, dan mikroorganisme lain penyebab penyakit juga diusir. Selain itu, bakteri baik membantu pencernaan makanan-makanan yang tidak bisa dilakukan oleh sel tubuh dan menghasilkan nutrisi-nutrisi yang berguna bagi tubuh kita.
Kemudian, semua berubah sejak antibiotika ditemukan dan dikembangkan. Tidak banyak yang menyadari bahwa antibiotika (terutama yang spektrum luas) tidak hanya mematikan bakteri jahat. Dia juga mematikan bakteri baik, bahkan kadang bisa menimbulkan efek samping pada tubuh manusia. Karena itulah dia disamakan dengan pestisida.
Antibiotika digunakan bukan hanya pada penderita infeksi, namun juga pada orang-orang yang belum terkena infeksi. Untuk pencegahan katanya. Penggunaan antibiotika banyak yang berlebihan dengan dosis yang tidak sesuai. Akhirnya, seiring berjalannya waktu, menjauh dari tahun 1928 ketika Alexander Fleming menemukan penicillin, antibiotika kini sampai kepada titik dimana dia mulai tidak 'sakti'.
Bukan hanya keseimbangan bakteri baik dalam tubuh yang terganggu karena adanya antibiotika. Antibiotika memunculkan generasi baru dari 'superbug'. Singkatnya, 'superbug' adalah bakteri jahat yang tidak mempan dibunuh oleh antibiotika.
Sejak tahun 2015, setiap tahun WHO mengajak penduduk dunia untuk memperingati Pekan Peduli Antibiotika Sedunia. Biasanya diselenggarakan pada bulan November. Di beberapa tempat, di Yogyakarta misalnya, aku mendengar para apoteker pengelola apoteknya sepakat untuk tidak menjual antibiotika tanpa resep dari dokter. Bila ada kondisi khusus atau dosis antibiotika yang dinilai tidak rasional, mereka akan menghubungi dokter yang bersangkutan.
Namun di sebagian tempat yang lain, tenaga kesehatan masih ada yang tidak peduli dengan ini semua. Masih ada apotek yang menjual antibiotika tanpa resep dokter. Ada dokter yang memberikan resep antibiotika tanpa diagnosa yang tegak. Ada juga tenaga kesehatan yang sebenarnya tidak memiliki wewenang menulis resep, memberikan resep antibiotika pada pasien. Bahkan, ada manajer klinik, yang tidak punya latar belakang ilmu kesehatan, mengintervensi peresepan antibiotika oleh dokter dengan tujuan menghemat pengeluaran obat.
Seperti kata pepatah, mencegah lebih baik daripada mengobati. Karenanya, banyak praktisi kesehatan yang menyarankan konsumsi probiotik untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh bakteri jahat. Probiotik adalah bakteri baik. Dia hidup di dalam usus bukan saja untuk mencegah bakteri jahat, namun juga untuk menjaga kesehatan usus.
Probiotik ini, banyak terdapat di yoghurt, miso, dan makanan fermentasi lainnya. Bagi yang tidak suka makanan berfermentasi, probiotik kini tersedia dalam bentuk kapsul, bubuk, dan sirup. Bagi yang tidak memiliki masalah kesehatan, kita bisa konsultasi pada apoteker tentang probiotik bentuk apa yang pas untuk kita. Namun bagi yang memiliki masalah kesehatan tertentu, sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu pada dokter yang merawat bila mau mengkonsumsi probiotik.
Yang menjadi catatan, probiotik bentuk kapsul bisa dikonsumsi bersamaan dengan makan atau persis setelah makan. Namun bila probiotik ini dalam bentuk sirup atau bubuk, sebaiknya dikonsumsi sejam sebelum makan atau 3 jam sesudah makan supaya probiotik tidak rusak oleh asam lambung.
Belum ada penelitian ke arah sana. Probiotik digunakan untuk mencegah penyakit akibat bakteri jahat. Bukan mengobati penyakit. Untuk sembuh dari TBC misalnya, kita tetap membutuhkan antibiotika.
Dalam buku Superbug: Nature's Revenge tersebut, Prof. Lacey, seorang ahli mikrobiologis, merekomendasikan bahwa dokter harus melakukan test bakteri untuk mengidentifikasi tipe bakteri apa yang menyerang pasiennya. Kemudian meresepkan antibiotika yang spektrum sempit dan spesifik untuk bakteri yang menyerang pasien.
Jadi, bila merasa tidak sehat, sebaiknya periksakan diri ke dokter. Jangan memaksa untuk membeli antibiotika tanpa resep dokter, ya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H