Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengenal Literasi Digital Lewat Sharing Sastra Bersama Jokpin dan Eka Kurniawan

25 Oktober 2017   18:26 Diperbarui: 25 Oktober 2017   18:40 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumat sore (20/10/2017) Aku dan teman-teman yang tergabung di group Jabaraca sedang riuh berdiskusi tentang literasi digital. Mahasiswa jaman sekarang sudah jarang ditemui dengan membawa buku-buku. Mengapa? Kalau alasanku pibadi, karena banyak buku yang aku gunakan sebagai referensi adalah e-book. Sehingga tidak perlu menenteng-nenteng buku yang seberat dosa. Cukup membawa gawai berlayar 5 inch sudah cukup.

Menurut Pak Nanang, seorang praktisi di surat kabar lokal di Jawa Barat, model e-book ini perlu disosialisasikan. Gerakan literasi zaman sekarang, terutama yang bergerak di daerah perkotaan, harus diperkenalkan dengan media digital. Teks sekarang bukan hanya dalam wujud prasasti dan buku tapi juga ditulis di media digital.

Langkah awal kami, grup Jabaraca ini, memperkenalkan literasi digital adalah salah satunya dengan membuat situs bernama jabaraca.com. Jabaraca menampung tulisan-tulisan dari pegiat literasi maupun pembaca buku untuk bercerita mengenai daerahnya, perpustakaan, kegiatan literasi, dan buku. Hanya saja memang perjalanan kami masih sangat panjang.

***

Sabtu pagi (21/10/2017) aku, yang terengah-engah setelah perjalanan jauh, duduk di kursi yang disediakan di Avenue of the stars, Lippo Mall Kemang. Sambil merutuki panitia Kompasianival 2017 yang memilih tempat acara yang tidak ramah pada pengguna transportasi umum, aku kipas-kipas menggunakan liflet kompasianival yang dibagikan di meja pendaftaran. Tak berapa lama, MC naik ke atas panggung dan menyapa peserta acara. Acara pun dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan sambutan dari pihak Kompas.

Kemudian masuklah acara pertama, sharing sastra bersama Pak Joko Pinurbo dan Mas Eka Kurniawan. Sharing sastra ini bertajuk Membaca Fiksi di Layar Gawai yang dimoderatori oleh Mbak Cindy Sistyarani, seorang anchor di Kompas TV. Pak Joko Pinurbo (atau yang lebih akrab dipanggil Jokpin), seperti yang kita tau sejak tahun 2012 sering mengunggah karya puisinya ke internet melalui platform twitter lalu membukukannya. Salah satu buku yang berisi postingan Pak Jokpin di twitter berjudul Surat Kopi. Sedangkan Mas Eka Kurniawan adalah seorang novelis, yang juga aktif menulis di blog dan gemar menulis status di akun facebooknya.

Acara dibuka dengan pertanyaan dari Mbak Cindy, "Siapa yang suka baca buku lewat gawai?"

Beberapa orang mengangkat tangan dan Mbak Cindy lalu menunjuk 2 orang untuk menanyakan alasannya. Salah satu alasannya adalah karena gawai lebih mudah dibawa. Mbak Cindy juga sempat bertanya pada Mas Eka, apakah beliau suka membaca buku lewat gawai atau membaca buku fisik. Mas Eka menjawab, Untuk buku-buku yang serius beliau lebih suka membaca buku fisik. Sebab bisa di-highlight dan diberi catatan. Namun untuk buku-buku yang bersifat hiburan beliau lebih suka membacanya di gawai karena lebih murah dan mudah dibawa bepergian.

Mbak Cindy menanyakan, mengapa Pak Jokpin membukukan postingannya di twitter? Kan orang sudah membacanya?

Pak Jokpin menjawab yang pertama, karena sensasi membaca puisi dari buku cetak dan layar gawai itu berbeda. Dengan membaca buku cetak, pembaca memiliki kesempatan yang lebih lama untuk merenungkan maknanya. Yang kedua, karya kalau belum dibaca dalam bentuk buku itu afdol. Alasan yang ketiga, adalah untuk mengamankan hak cipta karena banyak postingan Pak Jokpin yang dikutip orang tapi orang tersebut tidak mencantumkan nama penyairnya.

Pak Jokpin menambahkan, media digital adalah keniscayaan. Kita tidak bisa menolaknya. Para pengarang harus beradaptasi dengan teknologi ini. Namun hal ini harus diimbangi dengan etika bermedia. Walaupun sebenarnya, bagi Mas Eka pencurian itu sudah ada sejak sebelum semarak dunia digital ini. Buku-bukunya banyak di-scankemudian diedarkan PDFnya.

Mas Eka kadang merasa terharu ketika ada yang mengunggah status selesai membaca bukunya lewat gawai dengan membeli e-book atau pinjam di i-jak. Setidaknya pembaca bukunya membaca karyanya lewat jalur yang legal. Pak Jokpin juga merasa sangat terbantu dengan adanya media digital. Beberapa orang beliau tanya, tau karyanya dari mana. Banyak yang menjawab dari sosial media. Beliau merasa karyanya lebih dikenal karena peran media sosial.

Yang membuat Pak Jokpin kagum pada media digital lain lagi. Beliau amat mengapresiasi kutipan-kutipan puisinya yang diterjemahkan dalam bentuk gambar maupun animasi. Hal ini lah yang menurutnya perlu dieksplorasi lebih dari dunia digital. Dunia digital menawarkan bentuk visual dari karya sastra yang tidak bisa dinikmati oleh pembaca buku cetak.

Cacatan 'gong' dari sharing ini, memang di internet atau dunia digital, semua orang bisa menjadi apa saja. Dia bisa jadi penulis dengan memposting karyanya di media digital. Dia juga bisa menjadi pedagang dengan mengunggah produk-produknya di market place. Namun, bila mau menjadi penulis tentu tidak cukup dengan memposting puisi sekali atau dua kali. Ada jalan panjang berliku yang harus dilalui. Ada proses yang harus dijalani.

***

Aku sendiri kalau ditanya, lebih suka baca buku cetak atau digital. Pasti jawabannya buku cetak walaupun banyak waktuku habis untuk menulis dan membaca di media digital. Ya namanya juga perkembangan. Kita juga perlu mengenal dan beradaptasi. Namun untuk menghadapi literasi digital juga, kita perlu waspada dan kritis. Sesuatu yang disampaikan di sosial media harus kita pastikan kebenarannya sebelum kita bagikan dan kita tanggapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun