Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bersimpati Pada Perokok

28 Juni 2017   17:22 Diperbarui: 28 Juni 2017   17:23 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

“Di sini berhentinya lama gak ya, Neng?” tanyanya.

“Enggak Pak. Yang lama mah nanti sehabis Tasik. Kenapa pak?” Aku bertanya balik.

“Saya pingin ngerokok. Di kereta kan gak boleh ngerokok,” Jawabnya. Dia kemudian menambahkan. “Sebenarnya kata orang-orang ngerokok itu gak baik. Tapi kalau sudah setua saya ini mau berhenti merokok sulit sekali. Saya sudah beberapa kali mencoba.”

***

Banyak perokok yang tidak tahu diri. Merokok tanpa melihat orang di kanan dan kirinya terganggu dengan asapnya. Merokok tanpa permisi dengan orang di sekitarnya.Merokok tanpa melihat dia sedang di pom bensin atau di rumah sakit.

Banyak dari perokok sepertinya memang orang jahat yang menyebalkan. Namun ada dari mereka, masih merupakan perokok yang tau diri, yang tidak merokok di tempat umum dan permisi bila mau merokok. Dan mendengar kata-kata temanku dan bapak yang aku temui di kereta itu aku jadi merasa jahat pada mereka.

Apa yang sudah kita, orang-orang yang tidak merokok, lakukan pada mereka supaya mereka mau berhenti merokok? Menebar ancaman bahwa rokok itu merugikan? Melarang mereka merokok di banyak kawasan? Mengancam mereka tidak mendapatkan jaminan kesehatan?

Siang tadi aku membaca buku kumpulan essay Cak Nun yang berjudul Kiai Sudrun Gugat. Salah satu artikelnya yang berjudul Tinju Multidimensional menceritakan tanggapan Cak Nun terhadap penentangan Taufiq Ismail pada olahraga tinju. Cak Nun pernah menjadi ofisial darurat seorang petinju kelas bawah (istilah beliau adalah kelas ayam sayur) yang jika kalah sang petinju mendapat uang 10 ribu tanpa jatah makan. Petinju yang didampingi oleh Cak Nun akhirnya menang. Namun kemenangan itu membuatnya menangis karena lawannya juga seorang suami miskin dengan istri dan anak yang menunggu di rumah mengharapkan hadiah.

Orang-orang ini terpaksa bertinju demi kelangsungan hidup keluarganya. Cak Nun merasa sadis dan bodoh bila dia hanya mengatakan bahwa tinju itu biadab. Memukul orang itu haram. Tanpa memberi mereka pekerjaan di luar tinju yang terpaksa itu.

Memang perumpamaannya tidak apple to apple sih, namun bukankah ada kemiripan? Si petinju yang dibilang biadab ini sebenarnya juga tidak mau bertinju. Hanya saja dengan cara ini dia bisa mendapatkan uang untuk menyambung hidup. Dan si perokok yang kita anggap orang tidak baik ini, ada dari mereka yang sebenarnya dengan berbagai alasan sudah tidak ingin merokok. Namun mereka tidak tahu bagaimana cara berhenti merokok dan menghilangkan ketergantungan mereka pada rokok. Bukankah kita juga jahat meminta mereka berhenti merokok dengan segala ancaman yang diberikan tanpa memberikan solusi bagaimana cara supaya mereka berhenti merokok?

Walaupun memang sih, mau berhenti merokok atau tidak itu sebenarnya masalah kemauan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun